Breaking

Kamis, 14 Maret 2019

JAUHNYA MUHAMMAD BIN ‘ABDUL WAHAB AL-WUSHOBY DARI MANHAJ SALAFY

JAUHNYA
MUHAMMAD BIN ‘ABDUL WAHAB AL-WUSHOBY
DARI MANHAJ SALAFY

(Study Kritis tentang Penyimpangan-penyimpangan Al-Wushoby dari Manhaj Salafy
disertai Perbedaan antara Dakwahnya dan Dakwah Imam Al-Wadi’y)
Ditulis oleh:
 Abu Zakaria Irham bin Ahmad Al-Jawy -waffaqohulloh wa saddadah-
[Serta: Komentar Syaikh Yahya Al-Hajury Terhadap Kelancangan Lisan Para Pendengki]
MUQODDIMAH
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، الحمد لله الذي أعز أهل الإيمان، ورفع درجاتهم بإيمانهم وأعمالهم، وفضح أهل الباطل والطغيان بأقوالهم وأفعالهم.
والصلاة والسلام على  محمد المصطفى المختار، المبعوث رحمة للأنام، وعلى آله وأصحابه الدعاة إلى الله بالأقوال والأفعال. أما بعد:
Sudah merupakan sunnatulloh bahwa tidaklah seseorang bisa mencapai derajat yang tinggi di sisi-Nya kecuali setelah melalui berbagai macam ujian dan cobaan. Demikian pula tidaklah seseorang itu berjalan di atas kebenaran kecuali pasti di sana ada halangan yang melintang dan musuh yang menghadang. Oleh karena itulah orang yang paling besar ujian dan cobaannya serta paling banyak mendapatkan tantangan adalah para Rosul dan orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi kita yang mulia –Shollallohu ‘alaihi wa sallam-:
أَشَدُّ بَلَاءً النَّاسِ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ يُبْتَلَى الْعَبْدُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ
“Manusia yang paling dahsyat ujiannya adalah para nabi kemudian yang menyerupai dengan mereka, kemudian yang menyerupai dengan mereka. Apabila seseorang kuat dalam agamanya maka ujiannya pun semakin kuat, dan apabila seseorang lemah dalam agamanya maka dia akan mengujinya sesuai kadar agamannya.” (HR. Ibnu Majah dan lainnya dan dishohihkan Syaikh Albani dan Syaikh Muqbil)
Oleh karena itulah seorang yang mengaku sebagai pengikut jalan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam-harus mempersiapkan dirinya untuk menghadapi ujian sehingga tidak limbung dan jatuh ketika hal tersebut datang menerpa. Demikianlah yang sering dinasehatkan oleh Syaikh kami An-Nashihul Amin.
Diantara ujian yang yang saat ini sedang menerpa Salafiyyin khususnya Darul Hadits Dammaj setelah Alloh selamatkan mereka dari ujian besar yang datang dari orang-orang kafir Rofidhoh, adalah sebuah ujian yang datang dari seorang yang mengatasnamakan dirinya sebagai dai ahlussunnah tapi pada hakekatnya adalah dai kepada taqlid dan dholalah. Seorang yang dulunya dihormati sebagai seorang ulama tapi kemudian Alloh hinakan sehingga menjadi seorang yang tidak tentu arah dan tidak lagi melandaskan perkataannya kecuali dengan sumpah dan serapah. Seorang yang dulu telah Alloh tutup kesalahan dan kekurangan-kekurangannya berkat usahanya dalam menyerukan sunnah, namun akhirnya Alloh singkap penutup itu sehingga semuanya tahu keburukan dan kerusakan manhajnya serta keilmuannya yang lemah. Orang ini adalah Muhammad bin Abdul Wahab Al-Wushoby. Sungguh sebuah kenyataan yang  menyayat hati dan pelajaran yang bernilai tinggi bagi setiap orang yang mengaku diri sebagai salafiy. Pelajaran yang semakin menguatkan keimanan bahwa Alloh lah Dzat yang membolak-balikkan hati dan menguatkan keyakinan bahwa niatan-niatan yang jelek pasti akan terkuak dengan sendirinya. Hanya kepada Alloh lah kita memohon pertolongan untuk diberi keistiqomahan sampai ajal menjemput nanti.
Walaupun ujian yang datang kali ini tidak begitu mengusik dan tidak begitu berarti, karena saat ini –bihamdillah– manusia telah mengetahui dengan benar bahwa dakwah Darul Hadits Dammaj yang dibimbing oleh Syaikhnya yang teguh dan pemberani; Asy-Syaikh Al-‘Allamah Yahya bin ‘Ali Al Hajury –hafidzohulloh- adalah dakwah yang haq. Terlebih lagi setelah berkobarnya jihad melawan Rofidhoh yang telah membuka mata dunia kekokohan Ahlussunnah dalam membela agama mereka. Manusia pun berduyun-duyun mendatangi Darul Hadits Dammaj untuk mereguk segarnya ilmu yang diambil dari para salaf. Sungguh suatu yang yang sangat menggembirakan ketika melihat manusia berbondong-bondong untuk menuntut ilmu agama mereka, walaupun semua ini menyebabkan masjid semakin sesak dan pemukiman semakin penuh. Musim dingin yang pada tahun-tahun silam orang-orang berat untuk melangkahkan kaki ke Dammaj, tapi kali ini masjid penuh bahkan kalau hari jumat membludak sampai keluar masjid. Hal ini tidak hanya di Dammaj saja, tapi hampir merata di seluruh penjuru Yaman.
Di sisi lain, orang-orang semakin mengetahui bahwa dakwah yang memusuhi Dammaj tidak lain adalah dakwah yang dibangun di atas hawa nafsu dan fanatik golongan. Oleh karena itulah manusia meninggalkan majlis-majlis yang diadakan oleh orang-orang yang dulu digelari ‘masyayikh’ sepertiMuhammad Al-ImamAbdul Aziz Buro’y dan Muhammad bin Abdul Wahab Al-Wushoby beserta teman-teman mereka. Sampai-sampai seorang teman yang baru datang dari dakwah keluar Dammaj mengatakan bahwa muhadhoroh Wushoby di suatu daerah bernama Shabwah tidak ada yang menghadirinya kecuali imam masjid dan muadzinnya. Jadi, saat ini keadaan telah begitu jelas, siapa yang berada di atas al-haq dan siapa yang berada di atas kebatilan. Alloh telah berfirman:
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
“Katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Al-Isro’: 81)
Namun karena ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh Wushoby pada akhir-akhir ini penuh dengan kedustaan dan kedzoliman terhadap dakwah salafiyyah, maka sudah sepantasnyalah bagi kita untuk menjelaskan kebenaran sekaligus memperingatkan umat darinya. Terlebih lagi dia sering memposisikan dirinya seakan-akan dialah yang berjalan di atas jalan Syaikh Muqbil –Rohimahulloh. Oleh karena itulah setelah keluar pernyataan-pernyataan si Wushoby yang penuh dengan kebatilan tersebut bangkitlah para pembela dakwah salafiyyah dengan hujjah yang kokoh untuk meruntuhkan kedustaannya. Bahkan santriwati dan nenek-nenek pun ikut berpartisipasi menulis bantahan untuk si Wushoby ini. Alloh telah berfirman:
وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ
“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Kami supaya jelas jalan orang-orang yang berbuat jahat.” (Al-An’am: 55)
Awalnya kami mengira bahwa para hizbiyyun yang ada di negeri kita punya sedikit kecerdasan untuk tidak mengambil ucapan-ucapan Wushoby yang semua itu tidaklah menunjukkan kecuali semakin jelasnya penyimpangannya dari kebenaran dan semakin nyatanya kebodohan orang-oarang yang mengikutinya. Namun dugaan tersebut ternyata meleset, mereka malah menyambut perkataan-perkataan tersebut dengan gembira dan menyebarkannya.
Sungguh tepat perkataan Ibnul Qoyyim yang berbunyi: “Siapa saja yang mempertahankan hawa nafsunya, maka rusaklah akal dan pemikirannya, sebab dia telah mengkhianati Alloh terhadap nikmat akal yang telah diberikan kepadanya tersebut.” Dan demikian pula Kholifah Al-Mu’tashim pada suatu hari berkata: “Wahai fulan! Jika hawa nafsu ini dipertahankan, hilanglah akal pikiran.” (Roudhotul Muhibbin hal. 386).
Oleh karena itulah kami luangkan waktu kami yang sempit untuk memberikan sedikit pukulan kepada para pengekor itu dengan menerjemahkan salah satu bantahan yang ditulis oleh Syaikh Hasan bin Qosim Ar-Roimy yang berjudul: “Al-Muqoronah baina Dakwatil Imam Al Wadi’y wal Wushoby.”
Kami memilih bantahan tersebut dari sekian bantahan yang ditulis karena dengannya kita bisa mengambil dua pelajaran sekaligus; mengetahui bagaimana sebenarnya dakwah yang hak dan yang batil. Juga dengannya kita bisa ketahui bagaimanakah seorang ‘Alim yang sebenarnya dan bagaimana pula seorang yang hanya sekedar mengaku-ngaku belaka.
Alhamdulillah, berkat kerja sama yang baik antara ikhwah di sini terjemahan ini bisa terselesaikan dalam dua hari saja. Bantahan tersebut diterjemahkan oleh: Akhunal Fadhil Abu Tsabit ‘Afif (Salatiga), Akhunal Fadhil Abu Abdillah ‘Abbas (Klaten), dan Akhunal Fadhil Abdul Quddus (Brebes).
Semoga Alloh memberikan balasan kepada mereka dengan sebaik-baik pembalasan. Demikian pula kami ucapkan syukur kepada ikhwah yang telah membantu dalam pengetikan: Akhunal Fadhil Fuad Hasan (Ngawi) beserta dua saudara kita yang mulia dari Malaysia; Syahir dan Abu Tolhah. Semoga Alloh memberikan keistiqomahan kepada kita dan mereka semua.
Namun ketika kami mengumpulkan hasil terjemahan dari para ikhwah tersebut, sampai berita kepada kami bahwa Akhuna Abu Mas’ud Syamsul sudah sekitar sepekan sebelumnya menerjemahkannya dan hampir selesai. Memang tidak bisa kami pungkiri bahwa koordinasi terkadang kurang bagus karena setiap santri sibuk dengan kegiatan masing-masing sehingga terkadang kami tidak mengetahui perkara-perkara yang sedang digarap ikhwah yang lain. Tentunya tidaklah layak bagi kami untuk menyebar hasil terjemahan kami mendahului beliau yang sudah mengorbankan banyak waktu dan tenaga. Oleh karena itu yang semula kami hanya ingin sekedar menerjemahkan, akhirnya kami ubah dengan menjadikan hasil terjemahan ikhwah sebagai salah satu pokok pembahasan diantara pembahasan-pembahasan penting yang kami sajikan dalam tulisan ini, disertai dengan catatan-catatan bermanfaat yang kami sisipkan sehingga para pembaca mendapatkan faedah tambahan dari sekedar membaca bantahan terjemahan.Nasalullohat Taufiq was Sadad.
Harapan kami, semoga usaha yang sederhana ini diterima oleh Alloh sebagai amalan sholeh dan bisa memberikan pencerahan kepada saudara-saudara kami Salafiyyin di Indonesia.
سبحانك اللهم وبحمدك، لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
Ditulis oleh: Abu Zakaria Irham bin Ahmad Al-Jawiy –Waffaqohulloh-
Darul Hadits Dammaj, Selasa, Shofar 1434

PEMBAHASAN PERTAMA:
CELAAN YANG DILONTARKAN WUSHOBY TERHADAP SALAFIYYIN
Seseorang yang masih memiliki akal sehat dan hati yang bersih akan dengan serta merta mengingkari perkataan-perkataannya yang tidaklah layak ditujukan kecuali kepada para penyeru kesesatan. Bagaimana tidak, dia telah melemparkan kepada Salafiyyin sesuatu yang belum pernah dia lakukan kepada para shufi dan Rofidhy. Bahkan ketika terjadi jihad melawan orang-orang kafir Rofidhoh tidak didengar sekelumit perkataanpun darinya yang menunjukkan pembelaan terhadap saudaranya seagama[1]. Namun ketika situasi telah aman dia lepas tali kendali lidahnya untuk menyerang salafiyyin dengan penuh ambisi dan semangat berkobar-kobar. Keadaan si Wushoby ini benar-benar berkebalikan dengan apa yang Alloh firmankan tentang sifat-sifat orang beriman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُم
“Muhammad adalah utusan Alloh dan orang-orang yang bersamanya adalah orang-orang yang keras terhadap orang-orang kafir dan saling mengasihi diantara mereka (sesama kaum muslimin).” (Al-Fath: 29)
Disaat perang ibarat kucing manis yang minta dielus-elus, tapi ketika telah aman ibarat singa yang siap menancapkan taring dan cakarnya.
Dia katakan bahwa orang-orang yang ada di Darul Hadits Dammaj beserta orang-orang yang sejalan dengan mereka sebagai: firqoh Hajawiroh, pembikin keributan, kelompok yang telah keluar dari manhaj salafy dan Agama Islam telah berlepas diri darinya.
Dia juga katakan bahwa perbuatan mereka itu tidak mencerminkan Islam, tidak pula Al-Quran dan Sunnah serta manhaj salafy.
Bahkan dia telah menyelisihi kaidah “Ibanah”[2] yang dia seru-serukan dengan menyatakan:
الحجوري مبتدع وعنده بدع كثيرة
“Al-Hajury Mubtadi’, padanya ada bid’ah-bid’ah yang banyak.”
الحجاورة فيهم شبه بالرافضة من حيث العنف والشدة والغلظة
“Al-Hajawiroh (kelompok pengikut Al-Hajury) memliki kemiripan dengan Rofidhoh dari sisi kebringasan dan kekerasan.”
Dan masih banyak tuduhan lainnya yang kami rasa semua yang telah disebutkan di atas cukup sebagaisampel tentang kekejian dan kedzoliman orang ini.
Tentunya kita akan bertanya-tanya: “Apa sebab yang mendorong si Wushoby melancarkan aksinya terhadap salafiyyin, khususnya yang di Dammaj, dan begitu aktif untuk menyebarkannya padahal sebelumnya dia adalah orang yang sangat anti dengan ‘jarh wat ta’dil dan sangat pemalas dalam berdakwah terlebih-lebih di musim dingin sekarang ini.
Semua ini tidak lain karena kedengkiannya terhadap dakwah salafiyyah yang dibawa oleh Syaikh kami yang saat ini begitu harum semerbak. Demikian juga dikarenakan sekarang manusia berbondong-bondong meninggalkannya dan tidak lagi menggubrisnya, disebabkan kelemahan dan ketidakbecusannya dalam berdakwah serta akhlaqnya yang buruk, sebagaimana yang akan datang penjelasannya. Hal ini sangat nampak, sebab ucapan-ucapannya itu tiba-tiba muncul tanpa ada angin dan hujan. Syaikh kami pun sudah lama tidak menyebut mereka, karena semua penjelasan-penjelasan yang telah lalu dalam fitnah hizbiyyah jadidah cukup untuk menunjukkan penyimpangannya.[3]
PEMBAHASAN KEDUA:
APAKAH CELAAN-CELAAN TERSEBUT BISA DIMASUKKAN SEBAGAI JARH YANG DIAKUI?
Para ulama ahli hadits telah memberikan patokan-patokan tentang permasalahan kapan jarh seseorang itu diterima. Imam Adz-Dzahabi mengatakan: “Berbicara tentang rowi (periwayat hadits) butuh sikap wara’ (hati-hati) yang sempurna dan terlepas dari hawa nafsu dan jauh dari sikap miring sebelah serta mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang hadits beserta ‘ilal-nya (sebab-sebab tersembunyi yang mengakibatkan lemahnya suatu hadits) dan pengetahuan seputar para pembawa hadits tersebut.”
Jadi, seseorang diakui jarhnya apabila berkumpul padanya:
1-                       Waro’ yang sempurna
2-                       Tidak mengikuti hawa nafsu atau condong kepadanya
3-                       Pengetahuan dan kemampuan yang sempurna dalam bidang tersebut.
Kalau kita lihat ketiga syarat ini, maka akan kita dapati bahwa Wushoby sama sekali tidak memilikinya. Oleh karena itulah saudara kita yang mulia Abdulloh Al-Hakamy menulis bantahan tersendiri yang menjelaskan bahwa si Wushoby ini sama sekali tidak masuk dalam kategori ulama jarh wat ta’dil[4], berjudul:
التدليل على أن الوصابي لامن أهل العير ولا النفير في الجرح والتعديل
Beliau tunjukkan bahwa orang ini memang sejak zaman Syaikh Muqbil tidak becus dalam menghadapi fitnah-fitnah hizbiyyah yang ada. Bahkan ketika Syaikh Muqbil berjuang keras menjelaskan kehizbiyyan jam’iyyat yang ada, dia malah berusaha untuk membela jam’iyyat-jam’iyyat tersebut.
Syaikh Muqbil –Rohimahulloh- berkata setelah mengetahui bahwa si Wushobi ini mendatangi seorang hizby tulen yang bernama Muhammad bin Musa Al-Baidhony:
الشيخ محمد ماعنده خبرة بأساليب الحزبيين!!
“Syaikh Muhammad (Wushoby) tidak punya pengetahuan tentang trik-trik para hizbiyyun”
Di sisi lain, dia punya ghuluw ketika menjatuhkan suatu hukum kepada seseorang. Hal ini terbukti dengan vonisnya terhadap Muhammad Surur Zainal ‘Abidin dengan kekafiran yang tidak ada satupun ulama yang sepakat dengannya.[5]
Kesimpulannya, orang ini memang tidak punya landasan yang tepat dalam permasalahan jarh wat -ta’dil. Ketika bersikap lembut tidak tepat, dan ketika bersikap keras juga tidak tepat. Semua ini menunjukkan tidak kokohnya keilmuan orang ini sehingga tidaklah pantas perkataannya diambil dan dijadikan pedoman.
Selain itu, suatu jarh tidaklah bisa diterima kecuali dengan bukti dan hujjah yang benar. Kita tanyakan kepada wushoby dan pengekornya, tunjukkan satu saja penyimpangan dakwah yang dilakukan pihak darul Hadits Dammaj sehingga mengakibatkan mereka keluar dari Ahlussunnah!!!
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Katakanlah: “Datang (kepada kami) bukti-bukti kalian jika kalian itu benar.” (Al-Baqoroh: 111)
Bahkan yang ada adalah sebaliknya, manhaj si Wushoby inilah yang hendaknya ditimbang. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa jalan yang ditempuh orang ini sangat mirip dengan jalan yang ditempuh Abul Hasan dan Magrowy serta Ali Hasan Al-Halaby.  Oleh karena itulah ketika keluar perkataannya tentang Dammaj tersebut, situs-situs mereka berebutan untuk memuatnya[6]. Rosululloh –Shollallollohu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda:
الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ، وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh itu bermacam-macam sifatnya, mana saja ada kesesuaian di antara mereka maka akan saling bersatu, dan mana saja tidak dijumpai kesesuaian maka akan saling berselisih.” (HR Bukhory dari ‘Aisyah dan diriwayatkan Muslim dari Abu Huroiroh)
PEMBAHASAN KETIGA:
PENYELISIHAN AL-WUSHOBY TERHADAP POKOK-POKOK MANHAJ SALAFY
Pertama:
Menyelisihi Salaf dalam aqidah mereka terhadap shohabat
Merupakan aqidah salafiyyah bahwa semua shohabat Nabi –Shollallohu ‘alaihi wa sallam- itu adil dan menjaga lisan dari mengungkit-ungkit kesalahan yang dilakukan oleh salah satu diantara mereka, bahkan memberikan padanya kemungkinan yang paling terbaik. Demikian pula wajib bagi kita untuk menjaga lisan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi diantara mereka.
Imam Ibnu Abi Zaid Al-Qoirowany –Rohimahulloh- ketika menjelaskan perkara-perkara yang wajib diyakini oleh setiap muslim dalam permasalahan Shohabat  berkata: “Tidaklah salah seorang diantara shohabat Rosululloh –Shollallohu ‘alaihi wa Sallam- disebut kecuali dengan sebaik-baik penyebutan, (dan wajib) untuk menahan diri dari membicarakan peristiwa-peristiwa yang terjadi diantara mereka. Demikian pula hendaknya seorang berkeyakinan bahwa mereka adalah manusia yang paling berhak untuk dicarikan kemungkinan yang paling baik.” [Risalah Al-Qoirowany dengan Syarah-nya: 23]
Imam Ath-Thohawy –Rohimahulloh- setelah menerangkan aqidah salaf tentang Shohabat berkata: “Barangsiapa menyebut-nyebut mereka dengan kejelekan sungguh dia berada di atas selain jalan (salaf).” [Aqidah At-Thohawiyah dengan Syarah-nya: 58]
Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap tentang  pembahasan ini silakan lihat kitab-kitab Aqidah Ahlis Sunnah.
Adapun si Wushoby, bukannya menjaga lisan tapi malah mengumbarnya dengan menyindir bahwa para Shohabat itu seolah-olah termasuk dalam orang-orang yang tidak bisa menyimpan rahasia dan suka menyebarkan berita-berita tanpa tastabbut lebih dulu. Hal ini sebagaimana dikatakannya dalam kaset khutbah Jum’at berjudul “Wujubut Tatsabbut.”
Aqidah yang rusak ini semakin jelas ketika dia memberikan tugas kepada salah seorang muridnya untuk membuat suatu karangan yang berisi kumpulan kesalahan-kesalahan para shohabat. Sebuah tugas yang membuat dahi salafiyyin berkenyit dan bertanya-tanya, siapakah nanti yang akan berbahagia dengan hasil dari tugas tersebut? Tidak lain adalah orang-orang kafir Rofidhoh. Sungguh tugas yang diberikan ini tidaklah boleh dilakukan oleh seorang salafy! Sebab hal tersebut merupakan pintu yang akan membuka peluang bagi para munafiqin dan Rowafidh untuk mencela para Shohabat dan merendahkan kedudukan mereka.[7]
Kedua:
Mencela dan merendahkan para ulama Ahlissunnah serta memberikan kepada mereka sifat sifat yang sangat buruk.
Merupakan prinsip dakwah salafiyyah adalah menghormati para ulama dan menempatkan mereka sesuai dengan tempat yang telah Alloh berikan kepada mereka tanpa ghuluw dan taqlid.
Diantara celaannya kepada ulama adalah apa yang ia katakan kepada syaikh Yahya ketika beliau berdakwah ke Hudaidah tahun 1426 H bahwa syaikh Robi’ itu jasus (mata-mata)[8]. Si Wushoby ini juga mengatakan bahwa Syaikh Robi’ itu “Tukang janji palsu.”
Dia juga mengatakan bahwa Syaikh Fauzan dan syaikh Hasan bin Qosim itu jasus pada suatu majelis bersama para masyayikh yaman.
Demikian pula celaan-celaannya kepada Syaikh kami Yahya Al-Hajury beserta para masyayikh lainnya yang sejalan dengan beliau sebagaimana yang telah lalu penyebutannya.
Semua ini persis dengan jalan yang ditempuh oleh Abul Hasan dan ‘Adnan ‘Ar’ur yang telah dibabat habis oleh Syaikh Robi’ dalam kitab beliau “Jinayatu Abil Hasan.”
Inilah sikap dia terhadap para ulama sunnah, adapun terhadap para hizbiyyin maka sikapnya lain lagi, dia berusaha untuk mencarikan udzur kepada mereka dan turun di masjid-masjid mereka. Wallohul Musta’an.
Ketiga:
tidak adanya Tamayyuz dalam dakwah
Hal ini sangat jelas darinya, semuanya tahu bahwa orang ini sangat membenci jarh terhadap jam’iyyat dan para hizbiyyin. Bahkan dia berusaha untuk merangkul mereka dengan mendatangi masjid-masjid hizbiyyin, baik itu masjid Ikhwanul Muslimin maupun masjid para pengikut Abul Hasan atau para hizbiyyin lainnya.[9] Kaidah yang dipakainya adalah kaidah yang sangat masyhur “Tolong-menolong pada perkara yang kita sepakat di atasnya dan saling memberikan udzur pada perkara yang kita berselisih padanya.” Lihat bukti permasalahan ini di makalah berjudul “Ihyaul Wushoby li qowa’id wa ta’shilatil Mishry wal “Ar’ur Wal Maghrowy.”
Bahkan jika ada hizby yang ingin memberikan ceramah diapun tidak akan menolak, sebagaimana yang dikatakannya: “Jika ada seorang hizby datang ke masjidku ini, aku akan biarkan dia berceramah, kemudian akan aku luruskan jika dia menyampaikan sesuatu yang salah.” [perkataan ini dipersaksikan oleh Akh Abdulloh Al-Hakamy]
Orang ini merasa yakin dengan keselamatan dirinya padahal para ulama salaf sangat antipati dari mendengarkan perkataan para ahli bid’ah. Karena sikapnya yang sok berilmu ini, akhirnya ahlussunnahpun dipermalukan di hadapan para penentangnya. Hal tersebut terjadi ketika si Wushoby mendatangi sebuah masjid di desa bernama ‘Salkhoonah’ dan memberikan ceramah. Setelah selesai sesi tanya jawab, berdirilah imam masjid tersebut yang berpemahaman ‘Asy’ary mengajak berdialog dengan Wushoby sehingga si Wushoby tidak berkutik dan tidak bisa memberikan bantahan atas syubhat-syubhat yang disampaikan imam masjid tadi. Sungguh peristiwa ini merupakan pukulan telak bagi si Wushoby dan orang-orang yang datang bersamanya. Yah, bagaimana bisa meluruskan, sedangkan dia sendiri bengkok. Bagaimana pula bisa memberi, kalau dia sendiri tidak punya?!!! [peristiwa ini dihadiri langsung oleh Akh Abdulloh Al-Hakamy]
Keempat:
Usaha untuk menghapus jarh wa ta’dil yang merupakan bentuk penjagaan Alloh terhadap agama ini.
Pada point ini Wushoby memiliki banyak trik dalam melancarkan aksinya. Diantaranya dengan memberikan sifat-sifat yang tercela kepada para ulama jarh wa ta’dil sebagaimana yang telah lewat contohnya. Dia juga mengatakan bahwa: “Jarh, walaupun disertai dengan bukti dan penjelasan jika menyebarkannya ada kemaslahatan, tapi akan memunculkan kerusakan. (Oleh karena itu hendaknya perkara ini) ditinggalkan.”
Dia juga berkata: “Jarh itu adalah suatu bentuk usaha mencari-cari kesalahan orang dan merupakan pelanggarang terhadap kehormatannya.”
Dia juga berkata: “Jarh merupakan sebab tersia-sianya waktu dan tenaga.”
Dia juga berkata: “jarh wa ta’dil adalah pintu masuk syaithon yang darinya dia masuk untuk menjerumuskan manusia pada pelanggaran terhadap kehormatan manusia dan dosa-dosa besar. Perkara ini juga merupakan sebab timbulnya fitnah.” Masih banyak lagi perkataan-perkataannya yang sangat jelas bahwa dalam perkara ini dia tidaklah berjalan di atas manhaj salafy. [lihat selengkapnya beserta bukti-bukti yang akurat di: “Ihyaul Wushoby li qowa’id wa ta’shilatil Mishry wal “Ar’ur Wal Maghrowy.” Hal: 38 dan seterusnya]
Kelima:
Memakai talbis dan kedustaan dalam berdakwah dan berkelit dari kritikan
Talbis dan kedustaan merupakan ciri utama hizbiyyah, sebagaimana dijelaskan berkali-kali oleh Imam Al-Wadi’y. Kedua sifat ini sangat bertentangan dengan jalan para salaf kita yang sholeh. Perkara mereka sangatlah jelas dan tidak berliku-liku. Jika melakukan kesalahan dan terang bagi mereka perkara yang benar mereka langsung ruju’ tanpa ada rasa gengsi dan cari-cari alasan.
Adapun si wushoby, sejarah telah mencatat bahwa orang ini sangatlah jauh dari jalan salaf pada permasalahan kita ini.
Sebagai contoh: dia mengatakan pada kasetnya yang berjudul: “’Izzul Muslimin fit Tamassuk bid Diin” dan pada kaset “Nasihah lil Masuliin”  bahwa TV itu hukumnya boleh dan merupakan nikmat (Alloh) jika digunakan dengan cara yang benar.[10] Dia juga mengatakan bahwa TV ini jika masih ada pada zaman Imam Mahdy dan zaman Isa –‘alaihis salam- kelak maka acaranya tentunya akan sesuai dengan kitab dan sunnah.”
Salafiyyunpun mengingkari fatwa brutal ini sehingga karenanya si Wushoby merasa khawatir dengan keselamatan harga dirinya. Akhirnya untuk mengelabui manusia dia pun mengadakan dauroh bersama para muridnya yang berisi tentang kerusakan-kerusakan TV dan parabola tanpa menyinggung sedikitpun –lebih-lebih menyatakan ruju’- fatwa yang telah dia keluarkan sebelumnya. Dalam dauroh ini dia menyebutkan hal-hal seputar TV dan Parabola dengan bahasa yang sangat vulgar, sehingga seorang salafy merasa malu dan jijik untuk mengutipnya. [silakan dengar ucapan-ucapan tersebut di: aloolom.net]
Contoh lain: Merupakan hal yang sudah dimaklumi bahwa aqidah si Wushoby tidak beres. Oleh karena itu dia menetapkan di kitabnya “Al-Qoulul Mufid” tauhid Al-Hakimiyyah sebagai salah satu macam tauhid. Para ulama dan salafiyyun pun mengingkari perbuatannya ini, sehingga si Wushoby berpikir keras untuk mencari jalan keluar. Namun bukannya ruju’, dia malah berbohong atas nama syaikh bin Baz dengan mencantumkan pada cetakan ke-7, ke-8, dan ke-9 bahwa beliau termasuk orang yang menetapkan tauhid Hakimiyyah. Kemudian setelah diketahui aqidahnya tentang Hakimiyyah dan kedustaannya atas nama Syaikh Bin Baz, akhirnya dia hapus permasalahan ini pada cetakan ke-10 tanpa memberikan isyarat sedikitpun tentang taubatnya dari kesalahan yang telah dia perbuat pada permasalahan ini.
Keenam
: Kaidah: “Aku tidak menerima jarh terhadap seseorang sampai aku mendengar sendiri dari orang yang di-jarh tersebut.”
Syaikh Robi’ berkata: “Abul Hasan berjalan di atas manhaj Adnan (‘Ar’ur) dan ahli batil lainnya dalam menolak alhaq dengan alasan bahwa dia mengambil kaidah pokok dalam tatsabbut. Dia mengatakan: Aku tidak menerima perkataan terhadap seseorang baik perkataan tersebut ada di dalam kitab atau aku mendengarnya lewat kaset sampai aku mendengar langsung dari orang yang diperbincangkan atau membaca langsung dari kitabnya…kemudian (ternyata) dia (abul Hasan) menerima perkataan orang yangmajhul atau fasik atau pendusta.” [Jinayatu Abil Hasan]
Kalau kita terapkan hal tersebut di atas pada Wushoby, maka sangatlah cocok. Ketika datang bukti-bukti serta dalil-dalil dari pihak Darul Hadits Dammaj tentang kehizbiyan ‘Adany dan para pengikutnya, dia menolak mentah-mentah hujjah-hujjah yang kuat tersebut dan melarang untuk disebar dengan alasan sebagaimana yang disebutkan Syaikh Robi di atas. Namun di sisi lain ketika muncul tulisan dari seorang majhul seperti Barmaky dan Abdulloh As-salafy yang berisi hujatan penuh dusta kepada Syaikh Yahya dan para muridnya, dia malah menerimanya dan mengijinkan penyebarannya di Hudaidah.
Ketujuh:
Menolak kaidah: “Orang yang menetapkan lebih dikedepankan daripada orang yang tidak menetapkannya.” Demikian pula kaidah: “Orang yang mengetahui adalah hujjah bagi yang tidak mengetahui.”
Merupakan perkara yang dimaklumi bagi salafiyyin bahwa kedua kaidah di atas adalah kaidah shohih yang dipakai oleh ulama kita baik yang sekarang maupun yang terdahulu. Akan tetapi pada fitnah ‘Adany, si Washoby dengan terang-terangan mengatakan bahwa semua itu bukanlah hujjah. Dia menolak kaidah tersebut dengan alasan tersebarnya HP, Telepon dan alat-alat komunikasi lainnya sehingga kaum muslimin di dunia ini ibarat berada dalam satu desa. Bahkan dengan lancang dia menyatakan bahwa kaidah tersebut adalah syubhatnya ahli bid’ah. [Lihat transkip perkataannya di: “Ihyaul Wushoby li qowa’id wa ta’shilatil Mishry wal “Ar’ur Wal Maghrowy.” Hal 59]
Kedelapan:
Mengada-adakan kaidah baru dalam permasalah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Kaidah yang diada-adakannya tersebut adalah bahwa pengingkaran terhadap kemungkaran atau tahdzir terhadap ahli bid’ah merupakan perkara yang tidak bermanfaat jika kemungkaran atau ahli bid’ah tersebut tidak ada di negerimu.
Hal ini sebagaimana yang dia katakan pada ceramahnya di Dais Asy-syarqiyyah [5 Syawwal 1429]: “Disana ada perkara penting, (Akan tetapi) berpalinglah darinya karena perkara tersebut bukan merupakan urusanmu! Sebagai contoh: Si Fulan hizby, padahal sebenarnya bukan hizby. Wahai saudaraku, fulan ini tidaklah ada di negerimu, bukan pula syaikhmu, dan kamu tidak ada di negerinya! Yang seperti ini maka berpalinglah kamu darinya karena kamu tidak ada di negerinya! Perkara ini tidak mengapa jika seseorang yang bertanya (tentang keadaan Fulan) itu orang yang senegri dengannya. Adapun seseorang yang kamu tidak ada di negerinya, dan dia tidak pula di negerimu, bukanlah urusanmu orang tersebut hizby atau bukan…
Kalau mengikuti kaidah si Washoby ini, maka kitab-kitab yang menjelaskan keadaan para perowi hadits adalah kitab yang sia-sia. Sebab kita ini bukan murid-murd para perowi itu, dan kita tidak senegara dengan mereka. Dengan kaidah ini pula kita tidak layak mengetahui kehizbiyan abul Hasan, Al-Halaby, Abdurrohman Abdul Kholiq, dan selain mereka.
إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan (kedustaan) atas nama Alloh tidaklah akan berbahagia.”
Kesembilan:
Wala’ dan Baro yang sempit
Perkara ini merupakan ciri utama hizbiyyah. Dan kenyataan menunjukkan dengan sangat jelas bahwa Wushoby hanya memancangkan Wala’nya pada siapa yang sepakat dengannya, dan memancangkan baro’ kepada penentangnya, khususnya kepada pihak-pihak yang bersama Syikhuna Yahya dan para murid beliau. Penjelasan yang telah lewat merupakan bukti penyimpangan Washoby dalam perkara Wala’ dan Baro ini.
Lihatlah bagaimana dia melarang tulisan-tulisan dari Dammaj dan menyebarkan tulisan orang-orang Majhul! Lihat pula bagaimana sikap dia ketika terjadi hishor dan perang di Dammaj! Bahkan dia adalah diantara pentolan yang berusaha untuk menggembosi para mujahid yang bertekad untuk berangkat ke Dammaj.
Sebenarnya masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Wushoby. Namun kami rasa apa-apa yang telah disebutkan cukup untuk menjadi bukti bahwa orang ini sangat jauh dari manhaj salafy. Sehingga dengannya seorang yang memiliki akal yang jernih dan hati yang bersih tidaklah akan menjadikan perkataan-perkataannya memiliki nilai sedikitpun.
Bagi ikhwah yang ingin melihat pembahasan tentang penyimpangan orang ini dengan tuntas maka silakan lihat ““Ihyaul Wushoby li qowa’id wa ta’shilatil Mishry wal “Ar’ur Wal Maghrowy.”

PEMBAHASAN KEEMPAT:
PERBANDINGAN ANTARA DAKWAH IMAM AL-WADI’IY DENGAN MUHAMMAD BIN ‘ABDUL WAHHAB AL-WUSHOBY
(Ditulis oleh: Syaikh Abu Abdissalam Hasan bin Qosim Ar-Roimy)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله ناصر دينه، ومعز أوليائه، ومعلي كلمته، أحمده على آلائه العظام، وفضائله الجسام، وأصلي وأسلم على خير أنبيائه وأصفيائه، وعلى الصحابة الكرام، والتابعين لهم بإحسان، ومن تبعهم واهتدى بهديهم إلى يوم الدين, أما بعد:
Segala puji bagi Allah, Penolong agama-Nya, Pengangkat derajat wali-wali-Nya serta Peninggi kalimat-Nya. Saya memuji Nya atas nikmat-nikmat Nya yang besar dan anugerah-Nya yang teramat banyak. Dan saya ucapkan shalawat  serta salam kepada sebaik-baik Nabi dan pilihanNya, para shahabatnya yang mulia dan siapa saja yang mengikuti mereka serta mengambil petunjuk mereka sampai hari kiamat, Amma ba’du:
Allah telah memberi taufiq kepada saya untuk menulis lembaran-lembaran singkat untuk membantah simaftun (orang yang terfitnah) Muhammad bin ‘AbdulWahhab Al-Wushobi yang berdomosili di Hudaidah dengan judul: ‘Peringatan umat dari ketergelinciran Wushobi Hudaidah, sang penyeru kepada fitnah yang menyesatkan’.
Hal ini merupakan bentuk partisipasi saya terhadap saudara-saudaraku para da’i dalam menjelaskan keadaan si maftun ini, juga penjelasan akan kesesatan dan penyelewengannya dari jalan salaf berdasarkan kasetnya tertanggal 18 Muharram 1434 Hijriyyah yang berisi tentang kefajiran, kedzoliman serta permusuhan terhadap Ahlus Sunnah As-Salafiyyin di Darul Hadits Dammaj dan terhadap Syaikh pondok tersebut: Al-‘Allamah An-Nashihul Amin Yahya bin ‘Ali Al-Hajuri -semoga Alloh menjaganya, dan memberikan pahala dan ganjaran kepadanya-. Di sela-sela bantahan saya tersebut saya sebutkan sebagian perbedaan antara dakwah Al-Imam Al-Wadi’i –Rohimahulloh– dengan dakwah Al-Wushobi -semoga Alloh merendahkannya-.
Saya katakan di sana bahwa sesungguhnya orang yang memperhatikan dengan benar dakwah Syaikh Muqbil dan dakwah Al-Wushobi, kemudian dia bandingkan antara keduanya, maka dia akan mendapati perbedaan yang besar dan nyata. Hal ini akan di ketahui oleh orang yang bersikap adil dan memandang permasalahan dengan pandangan yang benar.
Sungguh cocok ucapan seorang penyair untuk diterapkan kepada dua dakwah tersebut:
سارت مشرقة وسرت مغربا ***شتان بين مشرق ومغرب
“Dia melaju ke timur dan kamu melaju ke barat, alangkah jauhnya jarak antara timur dan barat.”
Bahkan cocok juga perkataan seorang:
ألم تر أن السيف ينقص قدره *** إذا قيل إن السيف أمضى من العصا
“Tidakkah engkau melihat bahwa pedang itu akan berkurang nilainya jika dikatakan bahwa pedang ini lebih tajam dari tongkat?!”
Sungguh besar perbedaan antara dua dakwah dan dua orang tersebut, baik dalam hubungan denganthullab (para penuntut ilmu), dalam memberi faedah ‘ilmiyyah atau pun dari sisi keistiqomahan dalam manhaj salafi, juga dari sisi zuhud terhadap dunia dengan perbendaharaannya yang fana, atau dari sisi keberanian dan kekuatan dalam memegang al-haq,  atau dari sisi pengajaran ‘ilmu-‘ilmu agama, atau dari sisi-sisi lainnya. Semua ini diketahui oleh orang yang benar-benar mengenal keduanya. Wallohul Musta’an.
Kemudian muncul di benak saya untuk memberikan secercah cahaya tentang hakikat kedua dakwah tersebut walaupun hanya berupa ringkasan yang berfaedah –Insya Allah-, Hal ini dikarenakan Al-Wushoby -semoga Allah menimpakan kepadanya bencana- sering sekali di tengah kritikannya yang tidak bermutu terhadap Syaikh Yahya, dia berbangga diri dengan nama Syaikh Muqbil. Dia mengatakan: “Sungguh dahulu Syaikh Muqbil demikian… Dan saya sejalan dengan beliau, lalu datanglah Al-Hajuri menyelisihi jalan kami.” Dan omong kosong lain yang semisalnya. Dia menyangka bahwa dengan semua itu bisa mempengaruhi orang-orang yang Allah telah menerangi hati-hati mereka dan mengenal dakwah Syaikh Muqbil dengan sebenar-benarnya. Akan tetapi, apa yang hendak kita katakan melainkan apa yang telah dikatakan generasi awal:
يُقضى على المرء في أيام محنته *** حتى يرى حسناً ما ليس بالحسن
“Seseorang itu dihukumi pada hari-hari dia diuji, sampai dia memandang baik sesuatu yang tidak baik.”
Perbandingan yang ringkas ini akan menampakkan dengan jelas perbedaan yang jauh antara kedua dakwah tersebut, sehingga jelaslah bagi setiap yang memiliki pandangan dan pemikiran akan kedustaan orang ini dimana dia sering menyerupakan dirinya pada sebagian hal dengan Syaikh Muqbil –Rohimahulloh-.
Secara hakekat, sungguh kehidupan Syaikh Muqbil dan dakwah beliau penuh dengan kebaikan dan manfaat yang banyak dan saya tidak mampu untuk memberikan penjelasan yang menyeluruh di dalam lembaran-lembaran yang ringkas ini. Barangsiapa yang ingin mengetahui lebih luas tentang beliau maka hendaknya dia membaca kitab milik Al-Akh Humaid Al-Utmiy -semoga Allah memperbaiki kita dan dia- yang berjudul: “Al-Ibhaj bi tarjamatil ‘allamah Al-Muhaddits Abi ‘Abdirrohman Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i wa Daril Hadits bi Dammaj”
Mari kita masuk pada pembahasan yang kita inginkan dan hanya kepada Allah lah kita meminta pertolongan.
Sisi perbandingan (antara keduanya dapat dilihat) dari 15 sisi:
  1. Perhatian terhadap ilmu
  2. Karangan.
  3. Kezuhudan.
  4. Tawadhu’.
  5. Kekokohan di atas manhaj salaf.
  6. Dalam menyerukan kebenaran.
  7. Keberanian.
  8. Tahqiq.
  9. Perhatian terhadap dunia.
  10. Maktabah.
  11. Kedermawanan.
  12. Hubungan bersama thullab.
  13. Cara bersikap terhadap orang yang menyelisihinya dari Ahlus Sunnah.
  14. Faedah ‘ilmiyyah.
  15. Kejujuran dalam berdakwah.

Pertama:

Perhatian terhadap ilmu

  • Syaikh Muqbil Al-Wadi’y:
Merupakan perkara yang telah diketahui dari Syaikh Muqbil akan perhatian beliau yang sangat besar terhadap ‘ilmu dan usaha beliau dalam memperoleh ‘ilmu semenjak beliau belajar di Jami’ah Islamiyyah. Sehingga beliau -Rohimahulloh- berhasil memperoleh dua ijazah kelulusan; dari fakultas dakwah dan fakultas syari’ah dalam satu waktu.
Bentuk-bentuk perhatian beliau terhadap ‘ilmu sangatlah banyak, diantaranya: beliau menggunakan waktu istirahat pada masa-masa belajar beliau (di Jami’ah) untuk pergi ke maktabah (perpustakaan)
Demikian juga, salah seorang dari guru kami di Jami’ah Islamiyyah mengabarkan kepada kami, -beliau adalah Ustadz Unais Thohir- bahwasanya Syaikh Muqbil dahulu pernah mengajari mereka dan mereka duduk di atas tikar untuk mendengar pelajaran yang disampaikan Syaikh Muqbil Rohimahulloh. Pada hari berikutnya, mereka menghadiri pelajaran dan mereka tidak menemukan tikar tersebut, maka bertanyalah mereka kepada beliau tentang tikar tersebut, Syaikh Muqbil pun menjawab: “Saya telah menjualnya untuk membeli kitab Al-Kamil karangan Ibnu ‘Adi.”
Beliau terus menerus di atas jalan ini sehingga menjadi salah seorang Imam dari imam-imam kaum muslimin sampai Allah mewafatkan beliau.
  • Al-Wushoby:
Merupakan perkara yang telah diketahui bersama akan sikap dia yang menyia-nyiakan waktu pada hal-hal yang tidak ada faedahnya. Hal ini sangat nampak dalam pelajaran-pelajaran, risalah-risalah dan mejelis-majelisnya. Tidak ada manfaat yang besar pada karangan-karangan atau takhrij-takhrijnya. Kalaupun ada, tidaklah manfaat tersebut mencapai sepersen pun dari karangan-karangan Syaikh MuqbilRohimahulloh. Karangan itu tidak lain risalah-risalah kecil dan ringan yang santri pemula pun bisa untuk menyusunnya dan karangannya yang paling baik -bersamaan dengan kelemahan yang ada di dalamnya- adalah karangannya yang terkait dengan jumlah tingkatan mimbar, tentang (telaga) Al-Kautsar, dan yang semisalnya. Adapun kitab Al-Qoulul Mufid betapa banyak musibah di dalamnya. Di dalamnya ada perkara-perkara yang perlu dikritik. Cukuplah bagimu sebagai bukti; muqoddimah yang ada di dalam kitab tersebut oleh sebagian tokoh-tokoh shufi sebagaimana telah diketahui bersama.[11]
Pada tahun-tahun terakhir ini dia disibukkan dengan mengadakan dauroh-dauroh. Dia lontarkan suatu tema pembahasan tertentu (kepada para santrinya agar mereka menyusunnya) kemudian di selenggarakanlah dauroh selama kurang lebih dua minggu. Dia tidaklah punya andil yang besar dalam dauroh tersebut melainkan sekedar membaca ayat-ayat, hadits-hadits dan yang semisalnya yang telah dikumpulkan para ikhwah ditambah sedikit usaha penyusunan, kemudian di akhir dauroh tersebut dikeluarkanlah dalam bentuk risalah atas nama Al-Wushoby, tanpa memperdulikan jerih payah para santri yang patut dikasihani yang sebagian mereka berharap untuk paling tidak diisyaratkan secara terang-terangkan ataupun tersembunyi bahwasanya mereka telah ikut andil di dalamnya. Akan tetapi sikap egois dan kesewenang-wenangannya (yang menghalanginya untuk melakukan semua itu).[12]

Kedua:

Karangan.

  • Syaikh Muqbil
Sungguh perpustakaan salafiyah telah penuh dengan karangan-karangan beliau yang mencapai lebih dari 60  karangan pada berbagai macam bidang-bidang ‘ilmu dan sebagian darinya karangan yang berjilid-jilid. Itu belum termasuk tahqiq-tahqiq ‘ilmiyyah beliau. Dan diantara karangan beliau adalah “Ash-Shohih Al-Musnad min Asbabin Nuzul” “Asy-Syafa’ah”“Al-Jami’us Shohih fil Qodar” “Ash-Shohihul Musnad min Dalal’il Nubuwaah”, Sho’qotul Az-Zilzal li Nasfil Abathil Ar-Rofdh wal I’tizal” “Al-Makhroj minal Fitnah” “Ash-Shohihul Munas mimma laisa fie Shohihain” Tarojim Rijal Al-Hakim wa Ad-Daruquthnii Alladzi Laisa fi Ash-Shohihain.” “Ahadits Mu’allah Dzohiruha Shihhah” Ghorotul Fishol ‘ala Al-Mu’tadin ‘ala Kutubu ‘Ilal” “Tahrim Al-Khidhob bis Sawad” “Ijabatus Sa’il ‘ala Ahammiyatul Masa’il” Ghorotul Asyrithoh ‘ala Ahlil Jahl was Safsathoh” “Dzammul Mas’alah” “Al-Burkan linasfil Jami’atul Iman wa ma’a Iskat Kalbul ‘Awiy Yusuf bin ‘bdillah Al-Qordhowiy” “Tahqiq wa Takhrij dua jilid dari tafsir ibnu Katsir  sampai surat Al-Maidah dan kitab-kitab beliau yang bermanfaat yang generasi sekarang berjalan dengan kitab-kitab tersebut dan demikian pula generasi yang telah lewat dan generasi yang akan datang.
  • Al-Wushoby:
Telah lewat sedikit penjelasan tentang karangan-karangan orang ini yang darinya nampak akan kelemahan ‘ilmiyyah  yang dia miliki.

Ketiga:

Kezuhudan

  • Syaikh Muqbil
Beliau dikenal dengan kezuhudan beliau terhadap dunia dan terhadap apa-apa yang ada di tangan manusia, bahkan beliau merupakan teladan dalam masalah ini. Bukti-bukti hal tersebut sangatlah banyak untuk dihitung dan cukuplah kita sebagian contoh-contoh dari hal tersebut karena pembahasan kita ini adalah pembahasan yang singkat. Diantara hal tersebut:
Telah diketahui bagaimana keadaan rumah Syaikh Muqbil. Rumah beliau terbangun dari bata kering yang dindingnya berlapis tanah, tidak diplester dengan jash (semen putih) atau batu bata merah yang merupakan warisan dari bapak beliau.
Syaikh pernah diberi sejumlah uang dari sebagian para muhsinin untuk membangun rumah beliau, maka beliau menerimanya untuk membangun dari uang tersebut maktabah. Beliau tidak membangun dengan bantuan tersebut untuk kepentingan beliau sendiri, melainkan sebuah kamar dari tanah. Dan sungguh Syaikh Muqbil telah menjadikan mobil-mobil dan perpustakaan serta tanah-tanah yang beliau miliki sebagai waqof untuk dakwah. Diantara ucapan Syaikh Muqbil: “Kalau seandainya kita memperhatikan gaya hidup mewah, niscaya kita tidak akan menuntut ilmu dan kalau ini bukanlah karena hadiah yang di hadiahkan kepadaku, niscaya saya akan keluar dengan pakaian yang usang dengan penuh tambalan.” Dan masih banyak contoh-contoh yang lain, barangsiapa yang menginginkan penjelasan yang lebih hendaknya membaca biografi beliau.
  • Al-Wushoby:
(Adapun orang ini), sifatnya yang rakus terhadap dunia telah dikenal, walaupun ucapannya menampakkan kezuhudan yang dibuat-buat. Akan tetapi pada hakikatnya tidak seperti itu. Jika engkau lihat rumahnya, terlebih bagian dalamnya, -dan akhir-akhir ini pada bagian luarnya juga- maka sungguh tidak ada perbedaan antara rumahnya dengan rumah para pejabat tinggi dari sisi perabotan rumahnya yang mewah, hingga bisa dikatakan “pokoknya barang-barang keluaran terbaru”. Hal ini dia sendiri tahu dengan pasti, terlebih lagi dengan perkara-perkara lainnya.
Akh Mahmud An-Nahari -semoga Allah memberikan bashiroh kepadanya tentang keadaan Al-Wushobyy- telah mengabarkan kepada saya beberapa waktu lalu bahwasanya Al-Wushoby mengutusnya untuk membawa dua mobil Dino kurang sedikit setiap tahun yang memuat pakaian-pakaian, sabun dan lain-lainnya, satu mobil khusus untuk para santri –itupun kalau ada-, dan satu mobil lagi untuk dia dan keluarganya.
Wushoby ini suka gaya hidup yang mewah walaupun dia menampakkan dengan ucapannya kezuhudan. Sungguh telah mengabarkan kepada saya akh ‘Abdullah bin Salim Al-Baidhoni bahwa Wushoby ini pernah meminta kepadanya pada suatu kesempatan sejenis aksesoris perpipaan. Akh ‘Abdullah ini merupakan pedagang alat-alat bangunan. Maka dia mengatakan: “Saya heran dengan permintaannya tentang hal tersebut dikarenakan barang semacam itu tidak ada yang menggunakan melainkan pedagang besar, dan yang lebih mengherankan lagi si Wushoby ini sangat menyukai hal tersebut bahkan hal ini disaksikan oleh pedagang-pedagang besar dari kalangan orang-orang awam yang sering bermajlis dengannya. Keheranan ini akan hilang jika diketahui sebabnya, dan sebab ini telah diketahui oleh setiap orang yang berakal dan memiliki pemahaman.

Keempat:

Tawadhu’

  • Asy-Syaikh Muqbil
Beliau dikenal dengan penuh ketawadhu’an. Siapa yang ingin berjumpa dengan beliau, beliau akan menemuinya tanpa banyak prosedur maupun perantara.
Dahulu Syaikh Muqbil pernah mengatakan kepada para santrinya: “Ada apa? Saya tidak memiliki ‘ilmu, kalau seandainya salah seorang diantara kalian menuntut ilmu kepadaku selama lima bulan saja, sungguh dia akan mampu untuk mengambil semua ‘ilmu yang ada padaku.”
Beliau –Rohimahulloh- tidak merasa sombong untuk menerima kebenaran walaupun kebenaran tersebut datang dari musuh-musuh beliau.
Beliau juga meminta dari sebagian orang yang berkunjung untuk mengisi muhadhoroh di hadapan santri-santri beliau dan beliau duduk mendengarkannya sebagaimana duduknya seorang santri yang beradab. Betapa besar ketawadhuan beliau ini. Apa yang disebutkan di sini tidak lain ibarat tetesan air dari rintikan-rintikan hujan.
  • Al-Wushoby
Siapa yang bergaul dengan Al-Wushoby akan mengetahui kesombongan orang ini dan ketidak tawadhu’an-nya. Diantaranya: sesungguhnya kamu tidaklah akan bisa duduk  berdua dengannya dalam majlis khusus kecuali dengan prosedur yang bertele-tele dan usaha susah payah.
Sebagai contoh, ketika saya singgah di tempatnya, saya memintanya untuk duduk secara pribadi sehingga saya bisa mengemukakan kepadanya sebagian permasalahan-permasalahan yang terkait dengan dakwah secara khusus dan ketika itu saya masih baru tinggal di Hudaidah. Tatkala saya utarakan hal tersebut kepadanya dia menjawab agar saya menulis pada secarik kertas apa-apa yang ingin saya ungkapkan dan saya utarakan kepadanya. Saya pun menulisnya, kemudian saya serahkan tulisan tersebut kepadanya. Dia pun membacanya, tapi tidak ada jawaban darinya kecuali perkataan: “Insya Allah, jawaban tersebut akan diberikan di tengah perjalanannya setelah selesai sholat,” yaitu dari shof pertama sampai dia masuk rumah.
Demikian pula suatu kali dia pernah menyebutkan hadits:
لا تمنعوا إماء الله مساجد الله وليخرجن وهن تفلات
Dia mengatakan pada pelajaran umumnya bahwa makna “تفلات tafilat yaitu: seorang wanita mengambil dasternya dan membolak-balikkannya di tanah berdebu kemudian mengibaskannya dan memakainya jika keluar rumah. Saya mengatakan kepadanya: “Sesungguhnya yang dimaukan dengan kata tafilat adalah: tidak memakai wewangian sebagaimana yang di katakan Imam Al-Khothobiy.” Diapun meminta kepada saya untuk menunjukkan sumbernya, maka sayapun datangkan maroji’nya dari kitab “Aunul Ma’bud”sehingga dia membacanya. Saya katakan (dalam hati): “Mudah-mudahan paling sedikitnya dia mengingatkan (para hadirin tentang kekeliruannya pada pertemuan yang lalu). Akan tetapi ternyata tidak ada sedikitpun ralat. Dan contoh-contoh yang lain (tentang ketidak tawadhuan-nya masih banyak).
Terkadang ada seseorang bertanya kepadanya tapi dia malah berpaling dari orang tersebut. Kesombongan telah menghalanginya untuk menyandarkan sebuah faedah kepada orang yang mendatangkannya. Bahkan kesombongan tersebut menghalanginya untuk bertaubat dari kebathilan. Kalaupun dia mau kembali dia akan kembali dengan cara yang bertele-tele. Semua ini diketahui oleh setiap orang yang bermajlis dengannya dari kalangan penuntut ilmu. Dan pembahasan kita ini bukan pembahasan yang panjang lebar, akan tetapi hal ini bisa dirasakan oleh setiap orang yang bergaul dengannya.

Kelima:

Kekokohan di atas Al-haq yang Merupakan Pencerminan Manhaj Salafi

  • Syeikh Muqbil
Setiap orang yang benar-benar mengetahui dan mengenal Syaikh Muqbil dengan baik, dia akan bersaksi atas kekokohan beliau di atas agamanya. Hal ini kalaulah menjadi bukti untuk sesuatu tidak lain dan tidak bukan merupakan bukti akan kejujuran beliau dalam bertakwa –kami menilai demikian keadaan beliau dan Allahlah yang akan menilai beliau-. Hal ini semua merupakan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap beliau.
Beliau pernah berkata: “Kalau seandainya kita berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat kita yang mereka tidak memahami as-sunnah niscaya tidak ada satu pun sunnah yang akan tersebar.” (lihat:Almakhroj minal fitnah)
Betapa banyak ujian yang beliau hadapi, akan tetapi beliau –bihamdillah– tetap kokoh di atas kebenaran sebagaimana kokohnya gunung-gunung di atas pasak-pasaknya. Dan betapa banyak usaha yang telah dilakukan oleh Ibnu Laden untuk menghasut beliau, akan tetapi beliau tidak menghiraukan sama sekali, demikian pula Surur dan Abdullah As-Sabt dan yang selain mereka. Juga sungguh telah banyak yayasan-yayasan yang berusaha untuk menghasut beliau, tetapi usaha yang mereka lakukan tidak ada hasilnya sama sekali.
Serta betapa banyak kelompok-kelompok sesat dan berbagai macam tokoh-tokoh kesesatan berdiri menghadang jalan beliau, bersamaan dengan hal itu beliau menghadapi mereka semua dengan kekokohan yang sangat mengagumkan. Sungguh beliau telah mengingatkan umat islam ini akan kesesatan ikhwanul muslimin sehingga nampaklah kesesatan-kesesatan mereka. Demikian pula beliau mentahzir dari Hizbut Tahrir serta Jamaah Tabligh sehingga jelaslah mazhab Tasawwuf mereka. Demikian pula beliau telah menjelaskan tentang kesesatan Rofidhoh, khususnya (kelompok yang bernama) Al-Hawatsah. Dan dahulu Syaikh Muqbil menamai mereka ini dengan Asy-Syabab Al-Mujrim (Para pemuda yang banyak melakukan perbuatan dosa). Hal ini nampak terbukti pada kerusakan-kerusakan yang mereka lakukan. Ringkasnya bahwasanya Syaikh Muqbil, sungguh Alloh –Subhanahu wa Ta’ala– telah mengaruniakan kepada beliau kekokohan di atas kebenaran sampai beliau meninggal.
  • Wushobi
Orang ini adalah orang yang tidak memiliki pendirian semenjak masa hidup Syaikh Muqbil. Dia tidak bisa untuk kokoh dalam memegang hukum-hukum syariat. Engkau bisa melihatnya, sampai-sampai dalam masalah fatwa diapun tidak memiliki pendirian yang kokoh. Sungguh dahulu dia berfatwa kepada manusia dengan fatwa-fatwa yang kuat dengan pendapat-pendapat Syaikh Al-Albani dalam masalah-masalah fiqih dan hadits. Dia pegang pendapat tersebut beberapa lama, kemudian setelah itu dia tinggalkan pendapat yang dulu dia berpendapat dengannya dalam masalah fiqih serta jadilah dia seringnya membebek Syaikh Al-Albani dalam menghukumi sebuah hadits. Adapun dalam masalah-masalah yang terkait dengan fiqih dia mencukupkan diri dalam fatwa-fatwanya dengan fatwa-fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah.
Tidak bisa kita katakan orang ini memiliki dua mazhab sebagaimana Imam Syafi’I. (Sebab) hal ini merupakan bentuk kedholiman terhadap Imam Syafi’i ketika beliau disamakan dengan orang ini, karena sesungguhnya Imam Syafi’i adalah seorang Imam mujtahid (ahlul ijtihad) sedangkan orang ini adalah orang yang orang yang serampangan dan muqollid (pembebek), maka sangatlah beda keadaan antara dua orang ini.
Demikian juga engkau lihat dia terkadang mengkafirkan Surur dan dia sebutkan –dalam anggapan dia- dalil-dalil dan bukti-bukti akan kekafiran Surur, akan tetapi tidak berapa lama tiba-tiba dia meninggalkan hal tersebut dengan cara yang halus.
Inilah keadaan dia. Dan setelah datang kepadanya dunia dari segala penjuru, mulailah dia mencela para Ulama’ penerus para Salaf di masa kita sekarang ini seperti As-Syaikh Al-‘Allamah Robi’ ibn Hadi Al-Madkholi dan Al-‘Allamah An- Najmi dan Al- ‘Allamah Al- Fauzan dan Al-‘Allamah Zaid Al- Madkholi. Dia melemparkan tuduhan terhadap mereka dengan tuduhan-tuduhan yang hati ini bergetar untuk mendengarnya. (Semua ini dia lakukan) untuk mencari keridhoan yayasan ini dan itu. Wallahul Musta’an.
Dan sekarang dia mencela orang yang paling berilmu di negeri Yaman, pengganti Asy-Syaikh Muqbil yaitu Ash-Syaikh Yahya Al-Hajuri. Terkadang beliau mengatakan Syaikh Yahya adalah pendusta dan kadang dia katakan Syaikh Yahya adalah orang yang ganjil dan di kesempatan yang lain dia mengatakan bahwa Syaikh Yahya adalah seorang Mubtadi’. Dia juga menyerupakan Syaikh Yahya dan para santri beliau yang baik dengan Rofidhoh. Wallahul Musta’an.
Ringkasnya, sungguh orang ini adalah orang yang tidak memiliki pendirian, yang terpenting  baginya adalah apa-apa yang menguntungkannya.
Beberapa waktu yang lalu dia melarang untuk pergi ke masjid-masjid para Hizbiy, ternyata sekarang dia sendiri malah mengadakan ceramah di masjid-masjid tersebut. Bahkan namanya tertera dalam jadwal orang-orang yang mengisi masjid-masjid tersebut. Dan dalam waktu yang sama dia mentahzir orang-orang dari Dammaj dan dari Syaikh Yahya. Dia juga mentahzir setiap sunniy yang tsabit jika si sunniy tersebut memiliki hubungan dengan Dammaj. Sungguh tepat ucapan Hudzaifah ibnul Yaman –Rohimahulloh- ketika beliau mengatakan :
إن الضلالة حق الضلالة أن تعرف ما كنت تنكر وتنكر ما كنت تعرف
“Sesungguhnya sebenar-benar kesesatan adalah tatkala engkau memandang baik perkara-perkara yang dahulu engkau ingkari dan engkau ingkari apa-apa yang dahulu kamu anggap baik.”

Keenam:

Sikap Keberanian dalam Menampakkan Kebenaran

  • Syaikh Muqbil
Orang yang jauh maupun yang dekat dengan beliau telah mengetahui akan keberanian Syaikh Muqbil dalam menampakkan kebenaran sepanjang hidup beliau, walaupun beliau sendirian dalam memegang kebenaran tersebut.
Diantara bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah ucapan yang beliau tujukan kepada golongan-golongan yang sesat berupa: “Katakanlah kepada Ikhwanul MuflisinAzhariyyin dan Jama’ah Tabligh serta Jama’ah Jihad, demikian pula kaum Komunis dan Ba’tsiyyin serta Nasoriniyyin –bersamaan dengan tidak samanya keadaan golongan-golongan tersebut dengan Ba’thiyyin dan Nasoriniyyin serta kaum Komunis- bahkan katakanlah kepada setiap pelaku kebathilan Al-Wadi’i tidak akan membiarkan kalian, dia akan menjelaskan tentang kesesatan kalian insyaAllah, dan dia juga akan berusaha menjauhkan umat dari kalian, serta dia akan membongkar kejelekan-kejelekan kalian sampai kalian mau berhukum dengan Al-Quran dan As-Sunnah.”
Diantara ucapan beliau yang lain: “Zindani adalah salah seorang dajjal dari dajjal-dajjal yang ada, dia tidak akan bisa menyebarkan tipu daya dia kepada kalian selama Muqbil masih hidup.”
Beliau dahulu juga sangat sering mengulang-ulang ucapan beliau yang berbunyi: “Jika telah nampak sebuah kebenaran bagi saya dalam sebuah permasalahan maka saya akan berkata dengan kebenaran tersebut walaupun tidak ada seorang pun yag tersisa bersama saya di Dammaj.” Selesai ucapan beliau.
Demikian pula beliau pernah mengatakan dalam kitab beliau “ghorotul asyrithoh”: “Adapun masalah Al-Jarh wat Ta’dil saya tidak akan meninggalkan hal tersebut walaupun tidak ada seorangpun yang akan mendatangi saya (untuk menuntut ilmu).”
Juga merupakan perkara yang telah diketahui bersama bahwa dahulu beliau pernah mengingkari fatwa-fatwa tentang bolehnya pemilu yang disampaikan oleh Syaikh Bin Baz dan Syaikh Al-Albani serta Syaikh Al-Utsaimin yang mereka adalah pemuka-pemuka para Ulama’ (saat itu). Beliau katakan fatwa tersebut adalah fatwa yang tidak benar bersamaan beliau tetap memuliakan dan menghormati kedudukan mereka.
  • Wushobi
Orang yang sedang kita bicarakan ini adalah orang yang terkenal dengan sikap pengecut dan tidak berani berhadapan langsung dengan musuh-musuhnya. Oleh karena itu, engkau lihat dia ketika dia ingin untuk menjatuhkan salah seorang dari penuntut ilmu –menurut anggapannya-, dia tidak mampu untuk menghadapi orang tersebut secara langsung. Akan tetapi engkau akan melihat dia berusaha untuk memfitnah orang tersebut dan menjulukinya dengan sifat-sifat yang jelek dengan cara merendahkan dan menjatuhkan orang tersebut dalam pelajaran umum. Demikian pula dia akan berusaha menekan orang tersebut serta menuduh dia sebagai mata-mata. Ucapan ini dia sampaikan kepada orang-orang yang ingin belajar kepada orang yang ingin dia jatuhkan sehingga larilah orang-orang tersebut dan meninggalkan pelajaran yang diinginkan. Cara semacam ini sudah dikenal darinya. Cara ini telah dia gunakan untuk menjatuhkan Ali Asy- Syarif dan Ba Musa, Kholid As-Son’aniy, Isa Al-Mu’aafa dan masih banyak orang-orang yang dia jatuhkan dengan cara ini.
Sampai-sampai sebagian diantara mereka bergabung dengan Ahlul Bida’ dan orang-orang yang tidak tentu arah. Dan sebagian mereka akhirnya menjadi pengikut harta dan dunia disebabkan perlakuan yang semacam ini. Sungguh betapa banyak doa-doa kejelekan yang ditujukan untuk orang ini yang dipanjatkan di tengah malam. la haula wala quwwata illa billah.

Ketujuh:

Keberanian

  • Syaikh Muqbil

 SECARA UMUM
Adapun sifat ini, (Syaikh Muqbil) adalah orang yang paling terdepan. Sungguh beliau telah menjalankan kewajiban beliau untuk memberikan nasihat kepada setiap lapisan-lapisan masyarakat. Beliau tidak membedakan salah satupun diantara mereka.
Diantara peristiwa yang pernah beliau alami yang menjadi bukti akan keberanian beliau adalah apa yang beliau kisahkan dalam kitab beliau “Tuhfatul Mujib”: “Dahulu saya pernah bersama Abdul Majid Az-Zindani di hadapan presiden Yaman, maka saya mengatakan kepada keduanya: Saya tantang kalian berdua untuk mendatangkan bukti bahwasanya kami (Ahli Sunnah) adalah orang-orang yang keras, dikarenakan mereka (para manusia) mengatakan sesungguhnya Ahlus Sunnah adalah orang- orang yang keras. Presiden pun terdiam tidak memberikan jawaban, dan Syaikh Muqbil berterima kasih kepada beliau atas sikap diamnya ini. Adapun Abdul Majid, dia mengatakan: “Adapun saya, saya memiliki bukti, (Bukti bahwa kalian itu orang yang keras) adalah celaan-celaanmu terhadap orang-orang secara personel.”
Saya pun menjawabnya: “Sesungguhnya Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepada Muadz:afattanun anta ya Muadz?! (Apakah engkau ingin menjadi tukang fitnah wahai Muadz?!). Demikian pula beliau sallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepada Abu Dzarr: “Sesungguhnya engkau wahai Abu Dzar adalah orang yang pada dirimu terdapat sifat jahiliyah.”
Mendengar jawaban tersebut bapak Presiden mengalihkan pandangan kepada Abdul Majid Az-Zindani seraya berucap: “Apa jawabanmu wahai Abdul Majid?” Tidaklah ada jawaban yang keluar dari Abdul Majid melainkan perkataannya: “Dalil-dalil tersebut telah dihapus.
Dan masih banyak kejadian-kejadian yang pernah beliau alami yang menunjukkan akan keberanian beliau.
  • Wushobi
Engkau wahai pembaca, sungguh hampir bisa engkau pastikan bahwa sifat ini -yaitu keberanian- tidak ada pada orang ini sama sekali. Hal ini telah diketahui oleh setiap orang yang pernah bergaul dengan dia. Oleh karena ini dia berusaha untuk berlindung dari orang-orang yang dia khawatirkan akan membahayakannya dan membahayakan dakwahnya dengan cara menuduh orang tersebut sebagaimata-mata atau dengan tuduhan-tuduhan lain yang mengherankan dan penuh penghinaan.
Diantara bukti yang menunjukkan akan hal tersebut adalah kisah yang telah disampaikan kepada saya oleh Akh Abdus Salam Al-Yafi’i tentang keadaannya, beliau sempat tinggal beberapa lama di Dammaj. Beliau mengisahkan bahwa dahulu beliau sangat ingin untuk mengenal lebih dekat tentang Al-Wushobi, maka berangkatlah dia ke Hudaidah dan sholat di masjid As-Sunnah. Ketika itu dia datang ke Hudaidah dalam keadaan membawa senjata dan pistol serta mengenakan ikat pinggang yang penuh berisi peluru. Dia juga memakai janbiyah (semacam pisau) sebagaimana kebiasaan para kabilah-kabilah di Yafi’. Maka tatkala Al-Wushobi diberitahu akan kedatangan teman kita ini dalam keadaan bersenjata, terlebih lagi kedatangannya bertepatan dengan hari-hari keluarnya fatwa dari Wushobi tentang pengkafiran dia terhadap Surur. Ringkas ceritanya pada malam itu Al-Wushobi tidak keluar untuk mengajar bahkan dia tidak keluar untuk sholat Maghrib dan sholat Isya’ berjamaah. Akan tetapi dia malah keluar pada malam itu meninggalkan Hudaidah menuju kota lain. Setelah beberapa hari sedangkan teman kita ini terus menerus menunggu kedatangan Wushobi dan dia sudah sangat ingin sekali bertemu dengan Wushobi maka berkatalah beliau (Al-Akh Abdus Salam): “Setelah kejadian tersebut saya merasa bahwasanya para jamaah merasa ketakutan dengan kedatangan saya dalam keadaan bersenjata, oleh karena itu saya serahkan senjata saya dan semua perlengkapan yang saya kenakan kepada Al-Akh Fadhil Al-Wushobi sehingga para jamaah merasa aman. Setelah itu datanglah telpon dari Dammaj -saya sangka dia mengatakan telpon tersebut dari Ahmad ‘Arbash- Dia berusaha untuk mengenalkan Al-Akh Abdus Salam kepada jamaah di Hudaidah. Dia menjelaskan bahwasanya Al-Akh Abdus Salam berasal dari Dammaj sehingga dengan penjelasan tersebut para jamaah menjadi tenang yang sebelumnya mereka berada dalam kepanikan dan ketakutan yang sangat. Maka mendengar hal tersebut kembalilah Wushobi menempuh perjalanan pulang ke Hudaidah. Inilah ringkasan dari peristiwa tersebut.
Demikian pula kisah masjid Jami’ Al-Iman dengan seekor kucing yang telah diketahui oleh orang-orang Hudaidah.[13] Dan kisah-kisah yang lain tentang Wushobi dalam masalah ini sangatlah banyak.
(Jika dia seorang pemberani) mana tahdzirannya terhadap Al-Mar’i Al-Hudaidy[14] dengan menyebut namanya secara terang-terangan, lebih-lebih tahdzirannya kepada selain Mar’i dari kalangan Hizbiyyin. Pada kenyataannya, (Si Wushoby ini) menjadikan hal tersebut sebagai manhaj yang dia pegang, yaitu bahwasanya dia berpendapat dalam mentahzir para hizbiyyin itu cukup dengan tahziran secara umum tidak perlu menyebut nama mereka secara terang-terangan, sebagaimana hal ini dia sampaikan kepada saya secara terang-terangan pada hari ketika saya menyerahkan hasil karangan saya yang berjudul: “Risalatan fir Rod ‘ala Ahlil Ahwa wal Bida’ yang ketika itu saya berharap dia mau untuk memberikan kata pengantar terhadap risalah tersebut. Diapun mengatakan kepada saya ketika itu: “Alangkah bagusnya kalau engkau menghapus nama-nama yang tersebut dalam risalah tersebut.” Dia berdalil atas ucapannya ini dengan perbuatan Syaikh Bin Baz. Wallahul Musta’an. Padahal Syaikh Bin Baz adalah orang yang dikenal sebagai orang yang berani menyebutkan nama hizbiyyin secara terang-terangan dan beliau akan menyebutkan orang-orang yang dia tahzir secara terang-terangan jika beliau memandang ada kemashlahatan di dalamnya.

Kedelapan:

Sikap Taqlid

  • Syaikh Muqbil
Beliau adalah orang yang paling sungguh-sungguh dalam memerangi taqlid. Taqlid adalah pengambilan ucapan seseorang yang ucapannya itu tidaklah bisa dijadikan dalil dengan tanpa dalil. Demikian pula beliau sangat sering sekali mengulang-ulang perkataan beliau: “Tidaklah bertaqlid kepadaku kecuali orang yang jatuh (maksudnya adalah orang yang tidak punya pedoman)”.
Demikian pula beliau pernah mengatakan dalam kitab beliau “Ghorotul asyritah” : Saya adalah manusia biasa yang tidak bisa diikuti (semua perbuatannya secara mutlak) dikarenakan saya -demi Alloh- tidaklah ridho dengan diri saya sendiri[15].”
  • Wushobi
Keadaan orang ini sangatlah menyelisihi keadaan Syaikh Muqbil, baik dalam fatwa-fatwa yang dia fatwakan (maupun yang lainnya). Dahulu dia adalah orang yang taqlid kepada Al-Allamah Al-Albani kemudian setelah itu dia berpindah mengikuti fatwa Al-Lajnah Ad-Daaimah pada kebanyakan masalah-masalah fiqih. Bahkan engkau bisa melihatnya ketika mendidik santrinya, dia didik santrinya untuk sekedar mengikuti hikayat-hikayat yang dia sampaikan dan supaya mereka taqlid, sampai-sampai dalam masalah cara menggunakan serban. Bukti-bukti akan sikap taqlidnya sangatlah banyak. Dan saudara kita; Al-Akh Al-Fadhil Muhsin Al-Qoliisiy memiliki sebuah risalah kecil yang di dalamnya beliau membantah tentang taqlid. Beliau inginkan dengan risalah tersebut untuk membantah Wushobi, maka hendaknya risalah tersebut dibaca.

Kesembilan:

Maktabah(Perpustakaan)

  • Syaikh Muqbil
Beliau telah mewaqofkan maktabah yang beliau miliki untuk para santri. Bahkan beliau lebih mementingkan para santrinya dengan membangun untuk mereka maktabah daripada membangun rumah beliau sebagaimana dalam penjelasan yang telah lewat.
Maktabah beliau dibuka sepanjang hari, dimana para santri-santri yang ingin untuk membahas masalah-masalah yang mereka inginkan di maktabah tersebut dapat melakukan pembahasan sampai tengah malam tanpa ada ikatan dan batasan. Bahkan beliau memberikan dorongan kepada santri-santri yang beliau pandang memiliki bakat dalam bahas. Beliau juga berusaha dengan sungguh-sungguh dalam pengadaan kitab-kitab yang dibutuhkan para santri sehingga terwujudlah kemanfaatan yang sangat besar, dan terbitlah karangan-karangan yang dengan karangan-karangan tersebut sebuah pembahasan itu dikatakan berhasil. Demikian pula keluar tahqiq- tahqiq yang kuat yang penuh dengan ilmu, semua ini merupakan karunia dari Allah subhanahu wata’ala kemudian dengan adanya maktabah ilmiyah tersebut bersamaan dengan adanya seorang ‘Alim yang suka menasihati yang dia bagaikan seorang bapak yang sangat sayang terhadap anak-anaknya.
  • Wushobi
Adapun maktabah Wushobi adalah maktabah yang khusus untuk dirinya sendiri. Walaupun pada kenyataannya maktabah tersebut sebenarnya adalah maktabah umum dan maktabah untuk semua santri. Akan tetapi sangat disesalkan, (maktabah yang ada di) lantai dua masjid itu telah penuh dengan debu dikarenakan sangat jarangnya para santri yang keluar masuk. Bagaimana mungkin dia bisa memiliki santri yang banyak sementara dia sendiri sibuk dengan dunia dan perhiasannya. (Sebagaimana pepatah mengatakan) bagaimana mungkin sebuah bayangan itu akan lurus sementara tongkat yang ditancapkan itu bengkok.
Pernah pada suatu kesempatan saya meminta kepadanya untuk masuk maktabah supaya saya bisa menyempurnakan materi pembahasan saya tentang jenggot. Ketika itu saya kekurangan sebagian kitab-kitab rujukan. Diapun mengatakan kepada saya: “Teruskan saja pembahasan kamu itu di perpustakaanmu sendiri!” Saya jawab : “Maktabah saya kekurangan sebagian kitab rujukan.” (Akhirnya) diapun mengatakan: “Sampaikan hal-hal tersebut kepada Al-Qoliisi, nanti dia akan mencarikannya untukmu.” Wallahul Musta’an.
Dan tatkala telah banyak gunjingan terhadapnya, diapun bangkit dan berusaha untuk menurunkan sebagian kitab-kitab yang lebih untuk dibawa dalam sebuah kamar yang berada di belakang masjid untukmuthola’ah, hal ini dia lakukan supaya bisa selamat dari celaan.

Kesepuluh:

Kedermawanan

  • Syeikh Muqbil
Sungguh Al-Alamah Muqbil Al-Wadi’I -semoga Allah merahmatinya- telah menyamai Hatim At-Tho’iy yang dijadikan permisalan (orang Arab) sebagai simbol kedermawanan. Apabila engkau datang kepadanya, beliau akan memuliakan para tamunya dan engkau akan melihat beliau sendirilah yang menghidangkan makanan dan duduk serta makan bersama mereka. D antara sifat kedermawanan beliau adalah bentuk ta’awun (tolong-menolong) beliau dengan para santrinya sesuai dengan kemampuan beliau. Sampai-sampai terkadang datang pada beliau salah seorang santri dan mengatakan kepada beliau: “Saya ingin menikah.” Atau (mengatakan): “Saya butuh bantuan (keuangan).” Maka beliaupun mengeluarkan untuknya semua yang ada di kantong beliau. Terkadang pula beliau membawa madu dan makanan yang baik untuk orang yang berjaga di malam hariز ng yang berjaga di malam hari ik untuk orang yang berjaga di malam hari in menikah atau bantuan maka beliau mengeluarkan untuk. Dan permisalan seperti itu sangat banyak sekali.
  • Al-Wushoby
Sungguh Wushoby telah menempati peringkat atas dalam masalah kebakhilan dan kepelitan dengan para tamunya[16] dan para santrinya bukan terhadap dirinya sendiri. Datang para pengunjung kepadanya tapi mereka tidak mendapatkan darinya sambutan dan tidak pula jamuan walau hanya sekedar makanan hingga timbul kegaduhan yang besar. Sampai-sampai ada sebahagian orang yang datang ke situ tidak mau lagi kembali dikarenakan jeleknya sambutan. Bahkan mereka merasa tidak betah duduk bersamanya.[17]
Diantara sifat bakhil dan pelitnya terhadap para santrinya yang tinggal di masjid, seringnya dia hanya memberikan makan malam pada mereka hanya dengan korma dan sepotong roti saja, dan jangan tanya keadaan korma (yang diberikan itu)!!![18]

Kesebelas:

Pergaulan Bersama Santri

  • Syeikh Muqbil
Pergaulan beliau bersama santrinya sebagaimana pergaulan seorang ayah dan anaknya bahkan mungkin lebih, terkadang beliau mendekati si fulan, terkadang menasihati si fulan, dan memuliakan si fulan, bercanda dengan si fulan, memberanikan si fulan, dan terkadang saling ta’awun sama si fulan. Intinya engkau akan merasakan keamanan dan ketenangan batin yang tidak mengetahuinya melainkan Alloh.
  • Wushoby
Engkau akan dapati (pada orang ini) makar dan tipu daya yang berliku-liku dan berputar-putar, tuduhan-tuduhan batil, mengendurkan dan mematahkan tekad dan sebagainya. “Inilah ganjaran bagi barang siapa yang berada di luar naungan seorang bapak yang mulia!!!”
Apabila dia ingin menghancurkan seseorang dari santrinya dia mulai menyerangnya dari belakang. Terkadang dia menuduhnya beberapa waktu sehingga memungkinkan bagi mata-matanya untuk menyebarkan hal-hal yang jelek tentang orang tersebut. Terkadang dia menyindir seseorang ketika dars umum sampai dia mensifati orang yang ingin dihancurkan tanpa dengan menyebutkan namanya sampai orang tersebut lari meninggalkan darsnya. Terkadang pula dia membuat majlis persidangan[19]tahukah kamu apa itu majlis persidangan (yang dilakukan oleh Wushoby) ? (Yaitu majlis) yang membuat seseorang yang keluar darinya benar-benar jatuh, setelah dikejutkan dengan (kenyataan yang ada) bahwa orang-orang yang dianggapnya teman ternyata adalah mata-mata si Wushoby yang menampakkan diri (pada mereka) sebagai seorang bapak yang penyayang lagi bijaksana, padahal keadaannya adalah sebaliknya. Sungguh dia pernah menyidang Muhammad Ba Musa sampai dia keluar dari situ dalam keadaan menangis. Sebagaimana ini dikabarkan oleh Fadhil Al-Wushoby. Hal ini adalah bentuk pelecehan Wushoby yang dia lakukan terhadap para da’i dan kami tidak akan melupakannya.[20]

Kedua belas:

Sikap terhadap orang-orang yang menyelisihi apabila masih dari kalangan Ahlu Sunnah.

  • Syeikh Muqbil
Syeikh Muqbil adalah seorang yang selalu menyatakan al-haq, menasihati setiap orang, menjelaskan kesalahan orang yang bersalah, bersamaan dengan itu beliau senantiasa menjaga kedudukan para Ahlu Ilmi dari kalangan Ahlu Sunnah.  Hal itu tampak jelas ketika beliau berkata tentang fatwa Syeikh Albani, Syeikh Bin Baz dan Syeikh Al-Utsaimin tentang pemilu bahawasanya fatwanya adalah batil. Akan tetapi kita tidak pernah mendengar beliau mengatakan bahawasanya mereka itu adalah jasus, para pegawai, pendusta, ahlu syudzuzd (orang-orang yang nyeleneh) serta (tuduhan) bahwa mereka bukan berada di atas manhaj Salafi, dan  yang semisal dengan itu dari bencana dan malapetaka. Bahkan justru sebaliknya beliau membantah kesalahan tapi tetap menjaga kehormatan Ahlu Ilmi Al-Salafiyin.
  • Wushoby
(Orang ini) menuduh para ulama sebagai jasus, para pegawai, pendusta, syudzudz, dan menyamakan mereka dengan Rafidhoh dalam sikap ekstrem. Namun, di sisi lain kami tidak pernah mendengar sekali pun darinya  membantah dengan bantahan sekeras ini kepada Al-Mari’i Al-Hudaidy dan yang semisalnya dari kalangan orang-orang yang sesat dan menyimpang.

Ketiga Belas:

Faedah Ilmiah

  • Syeikh Muqbil
Tampak dari beliau faedah ilmiah pada tulisan-tulisan, tahqiq, fatwa, dan pelajaran beliau yang ilmiah. Betapa banyak mutiara yang beliau tebarkan di tengah-tengah muridnya di bidang ilmu hadis, ‘ilal (ilmu tentang sebab-sebab kelemahan hadits), nahwu, ushul, dan aqidah serta yang lainnya. Sampai seorang yang duduk di darsnya dalam satu majlis saja bisa mendapatkan bermacam-macam faedah di bidang yang berbeda-beda.
  • Wushoby
Jarang sekali faedah ilmiah dari (orang ini). Bahkan saya pernah memintanya bukan hanya sekali agar membuka pelajaran khusus untuk para santrinya, tapi dia tidak memenuhinya. Sebab orang ini tahu bahwa dirinya lemah dari sisi ilmu. Diapun tahu kalau seandainya dia membuka markiznya dengan pelajaran-pelajaran dia tidak akan mampu untuk memecahkan permasalahan-permasalahan dan menjawab kerancuan-kerancuan yang muncul. Bahkan dia tidak mampu untuk menyelesaikan pelajaran dikarenakan tidak adanya kemantapan dari sisi keilmuan.
Oleh karena itulah dia menyibukkan dirinya dan orang-orang yang hadir di majlisnya dengan sesuatu yang tidak ada faedahnya berupa dauroh-dauroh yang dia adakan. Memang orang ini terkenal dengan rendahnya dia dari sisi ilmu, sebagaimana hal itu dikatakan oleh ‘Alim Yaman Nashihul Amin. Oleh karena itulah dia banyak berbuat serampangan sebagaimana di dalam kitabnya Al-Qaulul Mufid yang mana dia menetapkan tauhid yang tidak pernah seorang pun mendahuluinya dari kalangan Ahlu Sunnah yangmu’tabar (yang diakui keilmuannya dan dijadikan rujukan) bahkan mereka mengingkari hal tersebut. Tauhid yang dia tetapkan itu adalah tauhid al-hakimiyah yang sebenarnya sudah masuk dalam tauhid Rububiyah. Dan yang lainya dari permasalahan aqidah yang dia berbuat serampangan di tulisan yang telah disebutkan tadi.

Keempat Belas:

Kejujuran dalam berdakwah

  • Syeikh Muqbil
Sifat ini adalah sifat yang paling agung yang membuat Syeikh Muqbil unggul. Dengan karunia Alloh, sifat ini merupakan salah satu sebab suksesnya dakwah beliau dan diterimanya di sisi orang yang menginginkan kebaikan.
  • Wushoby
Sungguh sangat disayangkan, yang menjadi metode dakwah Wushoby adalah kedustaan. (Hal ini terbukti) ketika dia mengatakan atau melakukan sesuatu kemudian mengatakan: “Aku tidak ingat” atau memutar balikannya. (Sebagai contoh) ketika orang-orang bertanya kepadanya tentang tuduhannya terhadap para masyayikh dengan tuduhan jasus, dia mengatakan: “Saya telah menyanjung mereka kok!” Demikian pula kasus ucapannya “Kalian jangan heran apabila datang Al-Duwaish ke masjidku” kemudian dia mengingkarinya, padahal perkataannya ini telah dipersaksikan oleh Syeikh Jamil Al-Silwi begitu pula Syeikh Yahya. Demikianlah (keadaan orang ini), ketika berada di hadapanmu dia akan menunjukkan satu wajah dan ketika di belakangmu memakai wajah yang lain lagi.
Pada suatu saat, saya pernah mendengarnya berkata pada salah satu pelajarannya: “Saya terkadang tertawa di hadapan seseorang padahal hatiku melaknatnya.” Inilah yang biasa dia lakukan bersama santrinya yang ingin dia binasakan. Wallohulmusta’an.
Diantara ketidakjujuran orang ini dalam berdakwah adalah adu domba yang dia lakukan antara Syeikh Robi’ dan Syeikh Yahya yang sudah diketahui bersama, yang mana dia mengatakan pada Syeikh Yahya ketika hubungan Syeikh Robi’ dan Wushoby  sedang renggang: “Syeikh Robi’ telah mengatakan (kepadaku): Seret Yahya dari kursinya dan penganti siap.” Sungguh Syeikh Robie telah mengingkari dengan keras perkataan ini dan beliau menjelaskan bahwasanya semua itu adalah dusta terhadapnya.Wallohulmusta’an.
Juga diantara ketidakjujuran (Si Wushoby) di dalam berdakwah adalah adu domba yang dia lakukan antara Syeikh Yahya dan kabilah di Dammaj sampai hampir terjadi sesuatu yang tidak terpuji akibatnya.Wallohulmusta’an.
***

Mimpi yang menjelaskan perbedaan antara kedua dakwah (dakwah Syeikh Muqbil dan dakwah Wushoby)

Telah mengabarkan kepada saya Abdul Malik Al-Bajily -semoga Alloh memperbaiki kami dan dia- tentang mimpi yang dia lihat. Dia telah menceritakan mimpinya itu kepada saya sejak enam tahun yang lalu atau lebih, beliau berkata: “Saya melihat dalam mimpi Al-Akh Sodiq Al-Baidhony berkata pada saya: “Lihatlah jalan ini!” maka tiba-tiba saya melihat jalan yang rata yang mungkin bisa dilalui oleh mobil. Dia mengatakan kepada saya: “Ini adalah dakwah Syeikh Muqbil.” Kemudian dia berkata lagi pada saya: “Lihatlah bukit pasir yang penuh dengan kerikil ini, sebahagiannya di atas sebahagian yang lain!” Maka dia pun mengatakan kepada saya: “Ini adalah dakwahnya Muhammad Al-Wushoby.” Kemudian aku pun berkata kepadanya: “Kalau kamu, mana dakwahmu?” Dia pun terdiam.”
Mimpi lain yang diceritakan kepada saya semakin tambah memperjelas bahwasanya Wushoby tidak berjalan di atas dakwah, bahkan sesungguhnya dia berjalan di atas dunia dan fitnah. Dia berkata: “Saya melihat (dalam mimpi) Syeikh Muhammad datang ke negeri kami maka aku pun senang karenanya, kemudian dia berkata kepada saya: “Di mana kamar mandi?” Maka dia pun masuk ke kamar mandi. Kemudian datanglah seorang wanita yang berparas cantik lagi berhias diri dengan sangat indah. Wanita ini pun ingin masuk ke kamar mandi bersama Wushoby. Dan saya menghalanginya agar tidak masuk, tapi akhirnya dia pun dapat masuk bersamanya.”
Maka setelah perbandingan yang ringkas ini, sangatlah jelas dan gamblang kebatilan pengakuan  si Wushoby bahwasanya dakwahnya seperti Syekh Muqbil.
Padahal hakikat sebenarnya, seandainya engkau melihat Syeikh Yahya dan akhlaknya serta mendengar ilmunya. Demikian pula apabila engkau menyaksikan ketenangan dan jalan yang beliau tempuh serta mauqif beliau dalam fitnah, dan dari apa yang dikaruniakan oleh Alloh (kepada beliau yang berupa) kedudukan yang tinggi di tengah manusia, terlebih khusus lagi di tengah para Ahlul Ilmi An-Nashihin niscaya engkau akan menghukumi bahwasanya dakwah beliau dan jalan yang beliau tempuh sangatlah mirip dengan jalan yang ditempuh oleh syeikhnya Al-‘Allamah Al-Wadi’I -semoga Allah merahmatinya. Inilah pandangan setiap orang yang berbuat adil.
Segala puji bagi Alloh atas karunia dan taufiqNya. Saya meminta kepada Alloh kekokohan  di dunia dan di akhirat. Semoga Alloh menjadikan kita dalam ketaatanNya dan memalingkan kita dari berbagai fitnah yang nampak ataupun tersembunyi. Ya Allah, barangsiapa yang meninginkan kami dan dakwah kami serta negeri kami dengan kejelekan dan tipu daya, maka jadikanlah tipu dayanya kembali pada dirinya sendiri dan sibukanlah dia dengan dirinya dan jadikanlah rancangan jahatnya sebagai kehancuran baginya. Wahai Robb semesta alam.
وصلى الله وسلم وبارك على نبيه ومصطفاه وعلى آله وصحبه أجمعين
Ditulis oleh: Abu Abdis Sallam Hasan Bin Qosim Al-Hasani Al-Roimy
(6/safar/1434H)
sumber; ahlussunnah.we

KOMENTAR SYAIKH YAHYA AL-HAJURY

TERHADAP KELANCANGAN LISAN PARA PENDENGKI

(Dalam tanya-jawab yang diajukan oleh penduduk As-Sadah, Rabu 19 Shofar 1434H)
(Alih Bahasa: Abu Ja’far Al-Andalasy Waffaqohulloh wa Saddadah)
Setelah menyinggung fitnah Rofidhoh dalam rangka mensyukuri nikmat dan kekuasan Alloh, beliau berkata:
Wallohi, Rofidhoh tidak membahayakan kita tidak juga orang-orang yang tidak memberi pertolongan, tidak dari luar barisan maupun dari dalam barisan.
Rofidhoh sekarang, setelah terjadi perang, darah mengalir dan arwah terenggut, antara kita dan mereka, dan pada mereka lebih banyak sebagaimana dinukilkan. Bersamaan dengan itu engkau lewat di tempat mereka, engkau mendapatkannya seseorang yang –pada kebanyakan keadaan- tidak berbicara dengan kata-kata keji. Dari waktu ke waktu berbeda-beda perkataan dan perbuatan mereka: “Tafaddhol … Hayyakumulloh”, atau semisal itu.
Sementara mereka, yakni orang-orang yang dari dalam (Islam), Allohul Musta’an engkau terheran-heranwallohi, engkau terheran-heran melihat kondisi mereka. Kita memohon hidayah kepada Alloh bagi kaum muslimin.
Karena kondisi yang mereka ada di dalamnya, ketika engkau membaca surat Al-Ahzab seolah-olah engkau melihat (apa yang dikisahkan dalam surat tersebut –pent) dengan matamu sendiri …
قَدْ يَعْلَمُ اللّهُ الْمُعَوِّقِينَ مِنْكُمْ وَالْقَائِلِينَ لِإِخْوَانِهِمْ هَلُمَّ إِلَيْنَا وَلَا يَأْتُونَ الْبَأْسَ إِلَّا قَلِيلًا * أَشِحَّةً عَلَيْكُمْ فَإِذَا جَاءَ الْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَالَّذِي يُغْشَى عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَإِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوكُمْ بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ أَشِحَّةً عَلَى الْخَيْرِ
“Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang- halangi di antara kamu dan orang-orang yang berkata kepada saudara- saudaranya: “Marilah kepada kami”. dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar. Mereka bakhil terhadap kalian, apabila datang ketakutan (bahaya), kalian lihat mereka itu memandang kepada kalian dengan mata yang terbalik- balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kalian dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan”. (QS Al-Ahzab 18-19)
Terapkan ayat tersebut pada kenyataan yang ada sekarang ini wahai para penuntut ilmu, wahai pada da’i, apa yang kalian lihat? Wallohi seolah-olah engkau melihatnya dengan mata kepalamu sendiri.
Di depan musuh, di depan zanadiqoh, di depan orang-orang yang sewenang-wenang … tenang, tentram tidak ada sedikitpun dari itu, yakni tidak ada sedikitpun dari apa yang diridhoi Alloh Subhanahu wa Ta’ala … maksudku tidak ada penentangan, tidak menyemangati (untuk jihad), tidak ada muhadhoroh, tidak ada dakwah, tidak ada pergerakan, tidak ke selatan (yakni bagian Yaman selatan, Hadromaut dan sekitarnya), tidak ke utara … tidak ada sedikitpun. Ketika ketakutan (bahaya) berlalu –setelah itu- dan orang-orang tenang, beribadah kepada Alloh, menuntut ilmu dan fokus pada urusan-urusan mereka … orang-orang ini (malah) mencaci maki kalian dengan lidah yang tajam.
Menunggu-nunggu kesempatan yaa ikhwan!!
الَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللَّهِ قَالُوا أَلَمْ نَكُنْ مَعَكُمْ
“Orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada diri kalian (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagi kalian kemenangan dari Allah mereka berkata: “Bukankah dulu kami beserta kalian ?”. (QS An-Nisa’ 141)
Haa … bukankah dulu kami membantu kalian  dan menolong, dan kami melakukan itu dan itu ??!
وَإِنْ كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِنَ الْمُؤْمِنِين
“Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: “Bukankah kami turut memenangkan kalian, dan membela kalian dari orang-orang mukmin?”. (QS An-Nisa’ 141)
Mereka berada di antara dua posisi.
فَاللَهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَنْ يَجْعَلَ اللَهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman”. (QS An-Nisa’ 141)
Rasa yakin kita kepada Alloh sangat besar, yakinlah kalian barakallohu fiikum, bahwa perjalanan yang ditempuh kebaikan ini –walillahil hamd wal minnah- dan ma’had (Darul Hadits) ini, merupakan perjalanan yang diridhoi oleh Alloh, wallohi. Barangsiapa yang berkata selain itu sungguh dia telah berdusta atas nama Alloh, Alloh berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُون
“Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Alloh tidak beruntung”. (QS Yunus 69)
Selamanya … orang yang mengada-adakan kebohongan tidak beruntung.
Diantara ketidak beruntungannya, sungguh perkataannya berada pada posisi yang tidak diterima oleh orang-orang sholih, bahkan menjadi celaan baginya di dunia dan akhirat.
Diantara ketidak beruntungannya, tidak adanya taufik dan kekokohan di atas dalil-dalil.
Diantara ketidak beruntungannya, bertambah kejelekannya dan kebenciannya terhadap kebaikan, dan dia bertambah dekat dengan kebatilan dan hawa dan para hizbiyyin, na’am … dari waktu ke waktu.
Diantara ketidak beruntungannya, engkau melihatnya lemah di depan hujjah-hujjah, keras melawan al-haqq, dan menjadi penolong kebatilan.
Diantara ketidak beruntungannya, engkau melihatnya bersikeras dari fitnah ke fitnah dan maksiat ke maksiat. Terkadang dengan adu domba yang nyata yang tidak tersembunyi bagi orang yang mencermati bahkan tidak pula bagi orang awam, orang-orang fasik saja menjaga diri dari perbuatan ini … orang-orang sesat dari kalangan ahlul ahwa’ menjaga diri dari perbuatan adu domba ini.
Adu domba seperti seorang tentara dari bala tentara syaithon,
إن الشيطان قد أيس أن يعبده المصلون في جزيرة العرب، ولكن في التحريش بينهم
Sesungguhnya Syaithon telah putus asa untuk diibadahi orang-orang yang sholat di jazirah arab, akan tetapi dia melakukan adu domba diantara mereka” (HR Muslim dari Jabir Rodhiyallohu ‘Anhu)
Dia melakukan adu domba antara orang awam, antara lelaki, antara perempuan, antara para da’i dan antara ulama … bahkan antara ulama, nas’alulloh al-‘aafiyah.
Juga disertai talbis (pengkaburan antara kebenaran dan kebatilan), menyerupai perbuatan Yahudi, Alloh Ta’ala berfirman:
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَلْبِسُونَ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai ahli kitab, mengapa kalian mencampur adukkan al-haq dengan kebathilan serta menyembunyikan kebenaran, sementara kalian mengetahuinya?”. (QS Ali ‘Imron 71)
Talbis bakal terbongkar aibnya dan didustakan, Talbis membuat orang berakal tertawa.
Tambahkan lagi, kepada perkara-perkara itu: berkata tanpa ilmu, dan berbicara atas nama Alloh apa yang tidak kalian ketahui. Ia adalah perkara haram yang digandengkan (dalam ayat) dengan kesyirikan kepada Alloh Ta’ala.
Berapa bisa engkau hitung berupa penyelisihan yang jatuh padanya orang yang tak beruntung ini karena mengada-ngadanya dia atas nama Alloh.
إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُون
“Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Alloh tidak beruntung”. (QS Yunus 69)
Wallohi, sungguh sebuah musibah. Engkau melihat seseorang di atas kebaikan dan ibadah kepada Alloh ‘Azza wa jalla, kemudian kedengkian telah membunuhnya, rasa dendam telah menyergapnya. Di depan musuh Alloh lebih pengecut dari burung onta sementara di depan auliya’ulloh bagaikan singa yang licik, lihatlah keajaiban ini!!
أسَدٌ عليّ وَفِي الحروب نَعامةٌ … فَتْخاءُ تَفْرَقُ من صفير الصافرِ
Kepadaku dia bak singa, sementara di peperangan dia bak burung onta … yang lemah kedua sayapnya untuk terbang, ingin melepaskan diri dari siulan orang yang bersiul
Inilah kondisinya …
Wahai manusia, kasihanilah diri-diri kalian!! Dakwah ini murni di atas kebaikan, Kenalilah nikmat Alloh! Barangsiapa yang mengenal nikmat kemudian tidak mensyukurinya, tapi mengubah dan menggantinya, maka Alloh akan mengubah keadaannya akibat perbuatannya itu. Alloh Ta’ala berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Alloh sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS An-Anfal 53)
Ada yang mengatakan: “Orang-orang sudah lari dari mereka … orang-orang sudah tidak menghargai mereka … orang-orang …”.
Maka dalil permasalahan adalah ayat ini. Wallohi, tidaklah Alloh mengubah keadaan kalian kecuali kalian sendiri yang telah mengubahnya. Tidaklah Alloh mengubah keadaanmu kecuali kamu sendiri yang telah mengubahnya
Aku mengenal sebagian orang, –dahulu- jika dia ingin keluar dakwah maka diiklankan bahwa dia akan melakukan Muhadhoroh-muhadhoroh, iklan tersebut sepekan atau lebih sebelum dia keluar. Orang-orang pun bergiliran dan berlomba-lomba melakukan muhadhoroh-muhadhorohnya, walau padanya terdapat kerendahan: “Al-lisaan … Al-Lisaan … Al-Lisaan (yakni dendangannya di setiap muhadorohnya)”, demikianlah.
Sekarang dia termasuk dari orang-orang yang paling jelek lisannya, mencaci maki kaum mukminin, dibangun dibangun di atas kesewenang-wenangan, permusuhan dan kezholiman, tanpa bukti dan tanpa dalil. Tidaklah dengan Al-Kitab dia berkata … tidak juga dengan sunnah Rosul. Pencapaiannya lemah … keistiqomahannya lemah. Apabila dia berbicara masalah takfir maka terlihat padanya ghuluw yang hina. Dia datang kepada Syaikhuna (Muqbil) maka beliau menasehatinya: “Jangan kamu kafirkan Muhammad bin Surur, taroju’lah kamu! taroju’lah kamu!”. Beliau memangkasnya, kemudian dia pun taroju’.
Demikianlah dia … berlebih-lebihan di satu sisi dan bermudah-mudahan di sisi lain. Pada sisi Ahlussunnah maka dia bersikap ghuluw yang membinasakan, seolah salafiyyah itu dia, ilmu itu dia, agama itu dia … apa-apa yang menyelisihinya adalah kemunafikan, kezholiman dan kesewenangan.
Yaa akhii, ini adalah ghuluw. Wallohi ini tidaklah keluar kecuali dari para pembesar takfiriyin dan khowarij. Dia mengkafirkan kaum seluruhnya, dia membid’ahkan kaum seluruhnya. Dimaklumi secara syari’at harusnya iqomatul hujjah –yang dia dan semisalnya lemah untuk yang lebih sepele dari itu-, dengan menegakkan hujjah terhadap ahlussunnah dengan hujjah yang jelas atas perkataan mereka berupa cacian dengan lisan yang tajam seperti yang Alloh sebutkan di surat Al-Ahzab.
Perbuatan-perbuatan nifaq!! Perbuatan-perbuatan nifaq yang jelas lagi terang, tidak bakal ragu orang yang memiliki –walau minim- pemahaman dan ilmu.[21] Di depan musuh, di depan zanadiqoh dan di depan kebatilan: lemah dan terikat … sementara di depan kebaikan: melawan, menantang dan mengadu otot, gaya-gayaan, menampak—nampakkan kepada manusia bahwa mereka merasa sakit atas apa yang menimpa agama Alloh. Subhanalloh …
Aku sampaikan kepada saudara-saudaraku ahlussunnah –waffaqohumulloh-, tidak ada bahaya! tidak ada bahaya terhadap dakwah salafiyyah, dan terhadap rijalus sunnah (pengembannya, dan yang paling terdepan adalah para ulamanya –pen). Ma’had ini adalah asasnya salafiyyah, ma’had ini adalah asas penyebaran ilmu-ilmu sunnah bagi ma’had-ma’had lain di Yaman. Ma’had ini, yang mengingkarinya kurang rasa syukur …
Ma’had ini, yang mengingkarinya tidak memiliki hujjah … bagaimanapun … sejak zaman SyaikhRahimahulloh sampai sekarang. Sekelompok orang bangkit, mengingkarinya, mereka menyangka telah menggerakkan ototnya, ternyata mereka tersungkur ke tanah, dari Alloh … Allohlah yang menghinakan mereka.
Jam’iyyah berkobar … Rofidhoh bangkit … fitnah Abul Hasan, finah fulan, fitnah fulan … fitnah hizb ini dan yang berdiri bersamanya … semuanya rontok
Antara kita dan mereka ilmu!! Antara kita dan mereka sunnah!! Antara kita dan mereka Al-Haq!! Antara kita dan mereka berdiri di hadapan Alloh!!! Antara kita dan mereka, berhukum kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala
أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِين
“Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?” (QS At-Tiin 8)
[Selesai penukilan yang diinginkan, wabillahit taufiiq]
سبحانك اللهم وبحمدك، لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك

[1] Bahkan ‘Abdurrahman Mar’i sendiri yang mengungkap pesan Wushoby kepadanya, dia berkata kepada ‘Abdurrohman: “Jangan kau izinkan seorangpun muridmu pergi ke Kitaf”. (Lihat At-Tabyin Lisyiddatil Wushoby-‘Abdulloh Al-Hakamy) [Abu Ja’far]
[2] Kitab sesat karangan Muhammad Ar-Roimy yang sering dipanggil dengan Al-imam
[3] Lihat bantahan Akhunal Fadhil Muhammad Ba Jamal: “Laftun Nadhor” juz pertama.
[4] Adapun contoh ulama saat ini yang memenuhi syarat tersebut adalah orang yang dipuji Syaikh MuqbilRahimahulloh sbb:
Di pembukaan kitab Ahkamul Jum’ah wa Bida’uha: adapun setelah itu, saya telah melihat buku (tentang) “Al Jum’ah” karya Syaikh Yahya bin ‘Ali Al Hajury, maka saya mendapatinya sebagai sebuah karya besar di dalamnya terdapat berbagai faidah yang diperoleh dengan susah payah, bersamaan penghukuman beliau terhadap hadist-hadist sebagaimana mestinya. Serta (pembahasan) topik sampai ke akar-akarnya. Buku ini adalah buku yang luas dan memenuhi di dalam topik tersebut. Bagaimana tidak, Syaikh Yahya hafizhohulloh berada dipuncak ketelitian, ketaqwaan, zuhud, waro’, takut kepada Alloh, berkata benar dan tidak takut umpatan para pencela.
Di pembukaan kitab Dhiya’us Salikin: adapun setelah itu, aku telah dibacakan sebagian tulisan tentang “As Safar” karya Syaikh Al Fadhil yang bertaqwa dan Zuhud, Al Muhaddist yang faqih Abu ‘Abdirrohman Yahya bin ‘Ali Al Hajury ….. dan Al Akh Syaikh Yahya adalah seorang lelaki yang dicintai di kalangan saudara-saudaranya, berdasar apa-apa yang mereka jumpai pada dirinya, berupa; kebagusan I’tiqod, kecintaannya terhadap sunnah dan kebenciannya terhadap hizby yang dungu. Beliau juga memberikan manfaat bagi saudara-saudaranya berupa fatwa yang bersandar kepada dalil.
Di pembukaan kitab Ahkamut Tayammum: Aku telah melihat apa-apa yang telah ditulis Syaikh Yahya bin ‘Ali Al Hajury di masalah At Tayammum, maka kami mendapatkan bahwa beliau sungguh telah meletakkan faidah-faidah yang diperoleh dengan susah payah, berupa komentar terhadap hadist serta para perowi, pengambilan hukum dari masalah-masalah fiqih yang semua itu menunjukkan atas kedalaman ilmunya di (bidang) ilmu hadist dan fiqh. Maka tidaklah berlebihan, kalau aku mengatakan: sesungguhnya apa yang telah diperbuatnya dalam topik ini, melebihi apa yang telah diperbuat Al Hafizh di Al Fath pada topik tersebut. [Abu Ja’far]
[5] Jika demikian halnya, siapakah sebenarnya yang syadz??! [Abu Zakaria]
[6] Bisa dilihat buktinya di situs pengikut Ali Hasan: www.kulalsalafiyeen.com [Abu Ja’far]
[7] Kalau demikian, siapakah sebenarnya yang mempunyai keserupaan dengan Rofidhoh?? Syaikh Yahya beserta para muridnya yang berjuang dengan harta dan jiwa melawan mereka, ataukah si Wushoby yang memberikan angin segar bagi mereka untuk mencela para sahabat??! (lihat pembahasan tentang ulah washoby ini lengkap dengan bukti dan saksi di: “Al-Bayan Ash-Shorih” yang ditulis oleh Akhuna Abdulloh Ad-Duba’y) [Abu Zakaria]
[8] Setelah itu Al-Wushoby mengeluarkan kaset dan berkata padanya: “Al-Hajury Kadzdzab, karena dia menukilkan dariku bahwa aku mengatakan Syaikh Robi’ jasus. Kedustaannya telah mencapai ufuk”.
‘Adil Al-Misywari –salah seorang murid dekatnya Abdul ‘Aziz Al-Buro’iy-  dalam surat nasehatnya kepada Syaikhnya mengatakan: “Pada kesempatan pertama aku bertanya kepadamu –barakallohu fiik- tentang celaan Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Al-Wushoby –Haddahulloh- terhadap Syaikh Robi’ bahwasanya beliau adalah jasus, maka engkau berkata –mengelak menjawab-: “Dia sudah memuji Syaikh Robi’, walhamdulillah”. Maka aku katakan; Yang menjadi masalah sekarang, dia mendustakan Syaikh Yahya dalam masalah ini”. Maka engkau (Al-Buro’i) menjawab: “Yaa akhi, kami mengkritik banyak perkara manhaj dari orang ini (yakni Wushoby)”. Aku bertanya kepadamu pada kesempatan lain tentang tuduhan Wushoby itu, maka engkau menjawab: “Barangsiapa yang bisa menggembok mulutnya dan melemparkannya kuncinya ke laut maka lakukanlah”. Aku bertanya kepadamu pada kali ketiga via telpon seusai muhadhoroh Syaikh Muhammad Mani’, engkau berkata kepadaku: “Wahai akhuna ‘Adil jadilah orang berakal”. Aku bertanya kepadamu pada suatu kesempatan di rumah Mahmud Jawwas, maka engkau berkata; “Ini adalah tabiatnya (yakni Wushoby)”, kemudian engkau menyebutkan dua kisah yang menyebutkan sangat takutnya dia berurusan dengan pemerintah (yaitu ketika diiklankan muhadhoroh Al-Imam di Hudaidah, kemudian sekelompok tentara datang … dst). Aku bertanya lagi ketika Syaikh Salim di Yaman, di akhir telepon antara aku denganmu, engkau berkata; “Itu dulu, di masa yang akan datang tidak lagi insya Alloh”. (Lihat Bayan ma ‘Indal Buro’i minal Mukholafat wat Tanaaqudh). [Abu Ja’far]
[9] Lihat: Tahdzirus Salafiyyin min Mafasid wa Adhror – Abu Zaid Mu’afa. Dalam tulisan tersebut disebutkan sekitar dua puluh sembilan mesjid hizby yang diisi Wushoby. [Abu Ja’far]
[10] Untuk lebih jelas tentang hukum TV dalam Islam lihat tulisan kami: “Televisi dalam Timbangan Syar’iy.”
[11] Diantara pemberi Muqoddimah: Muhammad bin ‘Ali Makram Ath-Thosy Imam dan Khotib Masjid An-Nabat di hudaidah, seorang shufy, pecandu, menghadiri acara-acara maulid (acara besar yang sudah mentradisi di kalangan shufi Yaman). Demikian juga Al-Hai’ul ‘Ilmiyyah (shufiyyah) mengeluarkan kitab biografi ‘Abdul Qodir Makram –murid Muhammad bin ‘Ali Makram-, disebutkan disitu bahwa Muhammad Al-Wushoby adalah salah satu murid ‘Abdul Qodir. Juga turut memberi muqoddimah; Muhammad bin Isma’il Al-’Amrony, Ikhwanul Muslimin, serta beberapa orang yang tidak jelas, yang tanpa rasa malu dia gandengkan dengan Syaikh Mubil dan Syaikh An-Najmi. [Abu Ja’far]
[12] Akhuna Yasir Al-Hudaidy berkata: “Dakwahnya di Hudaidah sangat lemah. Tidak ada pelajaran di masjidnya kecuali setelah maghrib. Adapun waktu-waktu lainnya yang ada hanyalah duduk-duduk, sehingga keadaan masjidnya sangat persis dengan masjid-masjid orang awwam; dibuka waktu sholat kemudian ditutup setelah selesai.”
Ikhwany fillah, bagaimana orang yang seperti ini mengatakan bahwa orang-orang Dammaj sibuk dengan fitnah?!! Lihatlah bagaimana pelajaran terus berjalan di saat-saat paling genting sekalipun dan dalam keadaan menahan lapar, lihat pula bagaimana masjid senantiasa terbuka dan diisi dengan berbagai macam pelajaran. Sungguh orang yang menyaksikan sendiri keadaan Darul Hadits Dammaj akan mengakui bahwa Alloh telah menjadikan tempat tersebut penuh dengan keberkahan. Segala puji bagi Alloh yang telah memberikan taufiqNya kepada kami sehingga bisa duduk menimba ilmu di tempat yang merupakan idaman setiap penuntut ilmu salafy ini. [Abu Zakaria]
[13] Kisah ini benar-benar membedakan dua orang yang sedang kita perbandingkan, sebab keduanya hadir dalam kejadian tersebut dan masing-masing memiliki sikap yang sangat berkebalikan. Kisahnya adalah sebagai berikut –sebagaimana yang dijelaskan oleh Akh Muhammad Jabir, salah seorang ikhwah dari Hudaidah: “Waktu itu Syaikh Muqbil berdakwah ke Hudaidah dan memberikan Muhadhoroh di Masjid Al-Iman pada malam hari. Hadir di situ juga si Wushoby. Di saat Syaikh Muqbil memberikan ceramah, tiba-tiba listrik padam dan masjid menjadi gelap gulita. Tidak tahu dari mana asalnya, tiba-tiba ada sebuah benda jatuh di tengah-tengah mereka sehingga para jamaah kaget dan panik serta berhamburan lari keluar masjid untuk mencari keselamatan. Sampai-sampai ada yang mengatakan: “Ya’juj dan Ma’juj…!” Tidak ada yang tertinggal di masjid kecuali Syaikh Muqbil dan beberapa ikhwan. Setelah lampu menyala kembali dan suasana mulai tenang, diketahuilah bahwa benda yang jatuh yang menyebabkan keributan dan ketakutan itu hanyalah seekor kucing. Syaikh Muqbilpun mengambil mikrofon dan menenangkan jamaah sembari berkata dan tertawa kecil: “Sampai-sampai Syaikh Muhammad (Al-Wushoby) pun ikut lari??!” Perhatikan kisah ini wahai saudaraku, lihatlah bagaimana seorang ulama yang kokoh menghadapi fitnah dengan tegar. Kalau dalam “fitnah kucing” saja jatuh tersungkur, apalagi untuk menghadapi fitnah-fitnah lainnya yang lebih membutuhkan kemapanan ilmu dan kekuatan iman??!! Nas alullohal Huda was Sadaad. [Abu Zakaria]
[14] Salah seorang pentolan shufy di daerahnya. [Abu Zakaria]
[15] Sebab beliau adalah manusia yang paling tahu tentang kekurangan-kekurangan diri beliau sendiri. Hal ini sebagaimana dikatakan Al-Qohthony dalam “Nuniyah” beliau: “Seandainya manusia mengetahui perkara-perkara yang tersembunyi pada diriku, tentu mereka akan enggan untuk memberikan salam kepadaku.” (ed)
[16] Mungkin ini yang dijadikan qudwah oleh Sewed. Pernah datang kepadanya Al-Ustadz Abdul ‘Alim dan Al-Akh Soleh Al-Bedlani untuk meminta kepadanya tabayyun. Mereka tidak mendapat jamuan dari si Sewed sedikitpun. Sampai-sampai setetes air pun mereka tidak dapatkan setelah bermajlis bersama dia kurang lebih dua jam. Hal ini sebagaimana yang diceritakan oleh Ustadz Abdul A’lim dan Akh Soleh.  [Abdul Quddus]
[17] Akhuna Abdulloh Al-Hakamy menambahkan dalam tulisannya: bahkan terkadang dia tidak membolehkan tamu untuk tidur di masjid sehingga mereka tidur di luar atau di jalan-jalan, dengan alasan bahwa para tamu tersebut tidak dikenal dan dikhawatirkan dia itu jasus. Sebab inilah para ikhwah Salafiyyin enggan untuk mengunjunginya. Hal ini ketika dia masih dianggap istiqomah. Adapun sekarang…,
Berkebalikan dengan Syaikhuna Yahya, beliau sangat menghormati para tamu. Mereka diberikan tempat khusus yang luas dan bersih serta menunjuk petugas khusus untuk melayani keperluan tamu. Beliaupun sempatkan waktu untuk menemui mereka dan memberikan nasehat-nasehat kepada mereka serta menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Oleh karena itu, tamu yang datang banyak sekali, apalagi jika musim panas. [Abu Zakaria]
[18] Akhuna Abdulloh Al-Hakamy, salah seorang imam Masjid Wushoby mengatakan bahwa kebanyakan makanan yang diberikan itu sudah kadaluwarsa. Karena saking kikirnya, Wushoby lebih memilih menimbun bahan-bahan makanan di gudang. Baru setelah tidak layak makan, dia kasihkan makanan tersebut kepada para santri. Sampai-sampai salah seorang santri yang ta’ashub kepadanya mengatakan: “Keadaan kami bersama Wushoby, dari sisi agama kami tidak berhasil (karena Wushoby tidak bisa mendidik murid-muridnya dengan benar-ed), dari sisi duniapun kami tidak bahagia.” [At-Tabyin li Syiddatil Washoby: 15]
Hal ini sangat berbeda dengan apa yang kami saksikan pada Syaikhuna Yahya. Perhatian beliau kepada para santri begitu besar. Bahkan beliau sering memberikan peringatan di pelajaran umum beliau untuk tidak memberi para santri makanan yang mendekati kadaluarsa. [Abu Zakaria]
[19] Dan yang menggelikan ternyata model persidangan ini juga dilakukan oleh orang-orang yang menyatakan permusuhan dengan Wushoby, entah mereka meniru darinya atau sekedar kebetulan belaka, kita tanyakan kepada mereka: “Apakah hal yang seperti ini dilakukan oleh salaf kita ?? ataukah dilakukan oleh orang-orang yang terfitnah??” [Abu Zakaria]
[20] Untuk mengetahui lebih lanjut persidangan-persidangan yang dilakukan Wushoby, silakan lihat: “At-Tabyiin lisyiddatil Wushoby wa’adami rifqihi bissalafiyyin” (Penjelasan Tentang Kerasnya Wushoby dan Tidak Adanya Kelembutan Terhadap Salafiyyin) yang ditulis oleh salah seorang yang telah lama duduk bersama Wushoby dan menjadi salah satu imam masjidnya di Hudaidah; Abdulloh Al-Hakamy. [Abu Zakaria]
[21] Tentunya tidak dipahami bahwa Syaikh Yahya telah menghukumi mereka munafik dengan lafazh ini dan tidak pula beliau mengatakan: “kesimpulan saya”. Munafik dalam istilah syar’i yang dimaksud dengannya adalah munafiq i’tiqody yaitu yang menampakkan keimanan namun menyembunyikan kekafiran di hatinya. Tidaklah sama antara perkataan ulama: “Fulan memiliki amalan nifaq” dengan “Fulan munafik”. Karena pada istilah pertama bisa terjadi pada seorang muslim, sedangkan kedua mereka istilahkan untuk orang yang telah divonis munafiq. Karena itu tidak bisa disandarkan kepada Syaikh Yahya kesimpulan bahwa orang-orang tersebut adalah munafik dari perkataan beliau ini, akan tetapi kesimpulan tersebut hanya bisa disandarkan kepada orang yang menyimpulkan. [Abu Ja’far]



Halaman